Beranda Ekonomi Cerita Penjual Pernak-Pernik Imlek di Masa Pandemi

Cerita Penjual Pernak-Pernik Imlek di Masa Pandemi

JAKARTA — Lelah, begitu tampak raut muka Udin Saipudin (39), salah satu pedagang pernak-pernik Imlek musiman di Jalan Pancoran, Glodok beberapa waktu lalu.

Sudah hampir 12 jam, pria yang mengaku telah melakoni usaha jualan pernak pernik Imlek selama lima tahun terakhir ini menjaga dagangan dan melayani pembeli yang datang ke kiosnya.

Bersama Ninik, pedagang dari kios seberang, ia tengah istirahat sambil melahap sebungkus nasi dengan lauk sepotong ayam, tempe goreng dan sambal.

“Istirahat sebentar mumpung sepi,” ujarnya saat dikunjungi CNNIndonesia.com, Rabu (10/2) kemarin.

Meski sudah mulai kelelahan, ia bersyukur. Paling tidak, kiosnya yang berada paling ujung, tepat di samping pintu masuk parkir Pasar Glodok itu akhirnya bisa ramai pembeli seminggu belakangan ini.

Kondisi ini, kata Udin, berbeda jauh jika dibandingkan dengan pekan pertama ketika ia membuka kios pada awal Januari lalu.

“Awal-awal jualan sepi banget. Sekarang udah laris. Dari sekitar dua minggu menjelang, lah. Menjelang imlek, ya, bukan menjelang kematian,” ucapnya sembari berkelakar.

Ia tak menampik, meski mulai ramai pembeli dan dagangannya kian laris, omset hariannya turun drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Semua gara-gara corona.

Jelang perayaan Imlek 2020 lalu, misalnya, penjualan pernak-pernik di kiosnya bisa mencapai Rp10-12 juta sehari. Tapi, kini paling tinggi dagangannya cuma laku Rp5 juta per hari.

Baca Juga :  Melihat Fenomena Migrasi Liburan: Lonjakan Lalu Lintas di Wilayah Jabotabek saat Hari Raya Kenaikan Yesus Kristus

“Di minggu pertama Rp1 juta aja udah Alhamdulillah,” tuturnya.

Untuk menyiasati omset yang melorot itu, Udin terpaksa harus membuka kios lebih lama. Bahkan ia jarang pulang ke rumah kontrakannya dan harus menginap di kios supaya dagangannya terjual.

Pasalnya, pandemi covid-19 membuat pembeli berbelanja pada jam-jam sepi. Karena ingin cari waktu sepi, mereka datang pukul sembilan malam.

Dan bahkan kata Udin, ada pula yang belanja pukul satu dini hari.

“Kalau mau tidur di sini aja (di kios) ngemper. Nanti gantian jaganya, kalau ada adik saya, saya pulang sebentar, balik lagi,” lanjut Udin.

Sejauh ini, dagangan paling laku dan menguntungkan di kiosnya adalah angpau. Harganya juga kerap melonjak makin mendekati tahun baru imlek.

“Minggu-minggu pertama masih Rp10 ribu empat, terus naik jadi Rp10 ribu tiga, sekarang Rp5 ribu satunya,” terangnya.

Sementara dagangan lain seperti bunga mei hwa, lampion hingga kostum barongsai hanya terjual beberapa.

“Harganya juga mahal, lampion aja Rp500 ribuan,” kata Udin.

Ia mengatakan setelah perayaan imlek berakhir, sebagian dagangan yang tak laku akan dijual kembali di tahun depan.

“Ada beberapa yang bisa dikembalikan ke tempat grosir ya kita kembalikan,” jelasnya.

Dewi Purwanti (36), pedagang pakaian khas imlek di Jalan Pancoran, juga mengaku mengalami penurunan penjualan di tahun ini. Jika di tahun lalu omset hariannya mencapai Rp12 juta per hari dua pekan jelang imlek, tahun ini paling banter cuma mencapai Rp5 juta.

Baca Juga :  Optimalisasi Kementerian: Prabowo Disarankan Ambil Langkah Progresif Menuju Efisiensi Birokrasi

“Hampir 70 persen merosotnya. Segitu lah kira-kira kalau dibanding tahun lalu,” kata Dewi.

Kendati demikian, Dewi mengaku telah memprediksi penjualan tahun ini tak akan sebesar tahun lalu. Karena itu, modal yang ia siapkan juga lebih rendah dari tahun sebelumnya.

Ia tak mau ambil risiko lantaran sebagian besar pakaian yang ia jual bergambar shio kerbau logam yang kemungkinan akan sulit dijual kembali pada tahun depan.

“Kalau dihitung-hitung, dari jualan 23 Januari, sampai sekarang sekitar Rp30 juta lah buat belanja. Kalau tahun lalu bisa sampai Rp50-60 juta. Karena abis terus, jadi kita belanja lagi,” tuturnya.

Dewi juga memahami imbauan pemerintah kepada masyarakat untuk tetap tinggal di rumah selama perayaan tahun baru imlek. Hal ini membuat warga keturunan Tionghoa mengurangi belanja dan berdampak pada penjual musiman seperti dirinya.

“Tahun depan mudah-mudahan udah enggak begini kondisinya. Kalau saya pedagang musiman dampaknya enggak seberapa. Tapi bapak saya kan memang pedagang di sini, jadi kalau enggak selesai pandeminya ya susah keluarga saya,” pungkasnya.

Sumber:Cnn Indonesia

Artikulli paraprakRekomendasi 15 Ucapan Imlek 2021 Dalam Bahasa Indonesia dan Inggris
Artikulli tjetërPT LIB Rencanakan Gelar Liga 1 2021 Pada 11 Juni 2021