Beranda Hukum 24 Orang WBP Positif Corona Setelah Di Rapid Test

24 Orang WBP Positif Corona Setelah Di Rapid Test

JAKARTA – Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Kemenkumham, Reynhard Silitonga, mengatakan terdapat 24 orang warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang hasil rapid test-nya positif Covid-19.

“Dari pemeriksaan hasil kerja sama dengan suku dinas kesehatan Jakarta Timur dan Puskesmas Duren Sawit tersebut terdapat 24 orang warga binaan yang hasil rapid test-nya reaktif,” kata Reynhard saat menggelar rapat pimpinan di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Selasa (12/5/2020).

Selain 24 narapidana yang positif, terdapat pula 2 orang petugas Rutan Pondok Bambu yang diidentifikasi positif Virus Corona berdasarkan pemeriksaan rapid test.

Rapid test sendiri dilakukan selama 3 hari pada 9-11 Mei 2020 bagi 115 orang petugas, 2 orang petugas kantor wilayah Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta, 309 warga binaan, 2 anak bayi, 9 orang pegawai kejaksaan dan 12 orang pihak eksternal.

Hingga saat ini sebanyak 12 warga binaan reaktif telah menjalani tes PCR dan dikarantina di Rumah Sakit Pengayoman.

Sedangkan dua petugas menjalani isolasi mandiri di rumah dan diperintahkan melapor ke puskesmas atau rumah sakit rujukan Covid-19.

“Sedangkan 12 warga binaan lainnya yang hasilnya reaktif saat rapid test, diisolasi mandiri di kamar karantina Rutan Pondok Bambu, sambil menunggu hasil swab yang rencananya akan dilakukan pada 12 Mei 2020 oleh Puskesmas Duren Sawit Sudinkes Jaktim,” jelas Reynhard.

Ia pun menekankan bahwa semua penghuni Lapas, Rutan dan LPKA akan ditangani serius dalam hal potensi penyebaran Covid-19. Sesuai dengan Protokol Kesehatan Penanganan Covid-19.

“Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) terus bekerja keras dalam mengkoordinir pencegahan, penanganan, pengendalian dan penanggulangan Covid-19 di UPT Pemasyarakatan, khususnya Lapas, Rutan dan LPKA. Bekerjasama dengan BNPB dan Gugus Tugas Penanganan Covid- 19,” ujarnya.

Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwilkumham) DKI Jakarta membebaskan 1.900 warga binaan pemasyarakatan (WBP) dalam program asimilasi.

Hal ini dalam rangka pencegahan Covid-19 di dalam sel tahanan.

Dari total itu, mereka mengklaim hanya ada satu narapidana yang sebelumnya keluar dan kembali berulah.

Sementara 1.899 lainnya telah kembali ke masyarakat dan menjalani hidup dengan layak.

“Sejauh ini hanya satu orang saja yang kembali berulah, kini sedang kami tangani,” kata Kepala Kanwilkumham DKI Jakarta Bambang Sumardiono di Lapas Klas I Cipinang, Jakarta Timur, Kamis (23/4/2020).

Baca Juga :  Melihat Fenomena Migrasi Liburan: Lonjakan Lalu Lintas di Wilayah Jabotabek saat Hari Raya Kenaikan Yesus Kristus

WBP tersebut kini sudah dikembalikan ke dalam penjara lagi.

Hal itu sesuai petunjuk Menteri Hukum dan HAM dengan diambil tindakan BAP (berita acara pemeriksaan) oleh internal Kemenkumham.

“Bahkan, WBP itu sendiri sekarang sudah menjalani sel scaft atas ulahnya,” ungkap Bambang.

Bambang berharap tak ada lagi WBP yang berulah.

Meski begitu, pihaknya juga sudah berkordinasi dengan semua unsur agar seluruh WBP yang dapat hak asimilasi bisa dipantau dan diawasi.

“Karena kalau sampai berulah lagi, hukumannya akan ditambah untuk memberi efek jera,” tambahnya.

Bambang menuturkan, program asimilasi di DKI sendiri akan berlangsung hingga 31 Desember mendatang.

Pihaknya pun melalui Kepala Divisi Pemasyarakatan, sudah menyiapkan program jaringan pengaman sosial terhadap WBP yang diasimiliasi, dengan dukungan Kementerian Sosial.

Sebelumnya Wartakotalive memberitakan, dari sekitar 36.000 narapidana (napi) di Indonesia yang diasimilasi dan dibebaskan karena pandemi Covid-19, ada 13 napi yang kembali melakukan kejahatan.

Hal itu dikatakan Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Argo Yuwono, Jumat (17/4/2020).

“Dari 36 ribu napi yang telah mendapatkan asimilasi, ada 13 napi di antaranya yang kembali melakukan tindak kejahatan,” kata Argo Yuwono.

Mereka berhasil dibekuk petugas dan terpaksa dikembalikan lagi ke tahanan.

Ke-13 napi yang kembali berulah itu di antaranya melakukan tindak kejahatan penjambretan di kawasan Tegal Sari Surabaya, dan tindak kejahatan narkotika di Semarang Jawa Tengah.

Kemudian, kembali melakukan kejahatan pencurian kendaraan bermotor di Kalimantan Timur, dan melakukan peredaran narkoba di Bali.

“Mereka sudah diciduk jajaran kepolisian dan dilakukan penyidikan lebih lanjut serta kembali dijebloskan ke tahanan,” jelasnya.

Argo Yuwono mengatakan, atas kebijakan Kemenkum-HAM tentang asimilasi para napi ini, Polri terus berkoordinasi bersama Balai Pengawasan (Bapas).

Juga, membentuk tim guna mengawasi para napi yang telah diasimilasi itu.

“Kami juga selalu berkomunikasi dengan RT/RW, Pak Lurah dan lainnya untuk bersama-sama mengawasi napi yang dikembalikan ke masyarakat ini,” paparnya.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengusulkan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Baca Juga :  Remaja di Bulukumba Diduga Dianiaya Polisi, Dipaksa Mengaku Sebagai Kurir Narkoba

Upaya itu dilakukan untuk mengatasi over capacity (kelebihan penghuni) di rumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas).

Kondisi over capacity itu mengkhawatirkan di tengah situasi pandemi Covid-19.

“Perkiraan kami adalah bagaimana merevisi PP 99 dengan beberapa kriteria ketat yang dibuat sementara ini,” kata Yasonna, dalam sesi rapat kerja virtual dengan Komisi III DPR, Rabu (1/4/2020).

Dia menjelaskan, kriteria pertama, narapidana kasus tindak pidana narkotika yang masa hukuman di antara 5 sampai 10 tahun, dan telah menjalani dua per tiga dari masa hukuman pidana.

“Kami berikan asimilasi di rumah. Diperkirakan 15.482 per hari ini.”

“Data mungkin bertambah hari bertambah jumlah,” ucap politikus PDIP itu.

Untuk kriteria kedua, kata dia, narapidana kasus tindak pidana korupsi yang berusia 60 tahun dan telah menjalani dua per tiga dari masa hukuman pidana.

“(Jumlah) sebanyak 300 orang,” terangnya.

Kriteria ketiga, ungkapnya, narapidana yang melakukan tindak pidana khusus, yang sedang sakit kronis.

Untuk kriteria ini, dia menegaskan, harus ada surat keterangan dari dokter di rumah sakit pemerintah.

“Narapidana tindak pidana khusus dengan kondisi sakit kronis dan dinyatakan dokter rumah sakit pemerintah yang telah menjalani dua per tiga dari masa hukuman pidana.”

“Sebanyak 1.457 orang,” paparnya.

Kriteria terakhir, kata dia, narapidana warga negara asing (WNA).

“Napi asing, karena ini juga tidak boleh diskriminasi ada 53 orang,” ucapnya.

Usulan Yasonna itu memunculkan pro dan kontra di masyarakat.

Belakangan, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD menegaskan, pemerintah tidak ada rencana merevisi PP 99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

• Sebulan Sebelum Meninggal Arminsyah Berikan Buku Tuntunan Salat kepada Kapuspenkum Kejaksaan Agung

“Agar clear ya, sampai sekarang pemerintah tidak merencanakan mengubah atau merevisi PP 99 Tahun 2012.”

“Juga tidak memberikan remisi atau pembebasan bersyarat kepada pelaku atau kepada narapidana korupsi.”

“Juga tidak terhadap teroris juga tidak terhadap bandar narkoba,” kata Mahfud MD, saat menyampaikan keterangan melalui video yang tersebar luas, Sabtu (4/4/2020) malam. (*)

Sumber:Wartakota

Artikulli paraprakMasih Kental Terhadap Klenik, Warga Sukamakmur Yang Positif Corona Berobat Ke Dukun
Artikulli tjetërSuharso Monoarfa: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2020 Tidak Mencapai Target