Beranda Advetorial Penelitian Universitas Indonesia (UI) Ungkap Sistem Transportasi Pedesaan di Perbatasan Kabupaten Bogor...

Penelitian Universitas Indonesia (UI) Ungkap Sistem Transportasi Pedesaan di Perbatasan Kabupaten Bogor Belum Mendukung Peningkatan Perekonomian Warga

Publikbicara.com – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia (UI) mengungkap bahwa pemberlakuan desentralisasi otonomi daerah di Indonesia memberikan tanggung jawab dan wewenang terhadap pemerintah daerah untuk menentukan standar pelayanan.

Hal itu dilakukan untuk endorong berbagai daerah agar dapat menyediakan pelayanan publik sebaik mungkin berdasarkan standar minimum yang telah dibuat.

Salah satu fasilitas pelayanan yang krusial dalam keberlangsungan kehidupan masyarakat adalah keberadaan fasilitas layanan transportasi. khususnya, wilayah perbatasan.

Baca Juga :  Tanaman Penghasil Emas : Kekayaan Tersembunyi di Tengah Alam Indonesia yang Jarang Diketahui

Seperti pelayanan fasilitas transportasi yang merupakan bagian dari infrastruktur umum yang bermanfaat untuk penduduk suatu wilayah, termasuk di dalamnya seperti pelayanan terminal, jaringan trayek, dan moda.

Penelitian Universitas Indonesia (UI) Ungkap Sistem Transportasi Sebagai Pemicu Ekonomi Pedesaan Perbatasan.

Hal itulah, yang mendorong Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia (UI) melakukan penelitian di wilayah perbatasan Pemprov Jabar dan Banten.

Pasalnya, situasi sampai tahun 2020, Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor memiliki 106.548 jiwa penduduk yang memiliki aksesibilitas paling jauh untuk menuju ke pusat fasilitas pusat kabupaten.

Baca Juga :  Pangdam III Siliwangi Tinjau Jembatan Rawayan di Kecamatan Sukaraja Bogor

Untuk itu, penelitian berfokus pada pola spasial sistem transportasi penduduk yang berada di desa Curugg (11,9 km aspal, 2,4 km kerikil dan 4,4 km jalan tanah), Wirajaya (7,7 km aspal, 17,2 km kerikil dan 1,5 km jalan tanah) dan Tegalwangi (5,5 km aspal, 1,3 km kerikil dan lainnya jalan setapak).

“Mayoritas penduduknya berpenghidupan sebagai petani, kebun pekarangan selain beternak dan mengandalkan hasil hutan non kayu. Tingkat pendidikan menurut BPS Kbupaten Bogor 2022, rata-rata lama sekolah 8,34 tahun (kelas 7-8 /SMP),” ungkap dosen pembimbing UI, Dr.Taqyuddin.Jumat, (10/03/2024).

Penelitian Universitas Indonesia (UI) Ungkap Sistem Transportasi Sebagai Pemicu Ekonomi Pedesaan Perbatasan.

“Sedangkan trayek yang tersedia Desa Curug 2 trayek, Tegalwangi tidak terakses trayek dan Desa Wirajaya 2 trayek. Sudah terakses internet dengan 3 Tower BTS.” sambung Dr Taqyuddin.” sambung Dr Taqyuddin.

Baca Juga :  Mengatasi Lemas Saat Puasa: Tips untuk Menjaga Kesehatan Selama Berpuasa

Tidak hanya itu, Kabupaten Bogor yang sangat luas wilayahnya, dengan desa-desa pinggir jarak dari pusat Kabuabupaten di Cibinong mencapai 50 KM menjadi dasar penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia (UI).

Di mana, Kabupaten Bagor terbentang dari timur barat sepanjang 60 km dan selatan – utara 50 km, dengan jumlah 40 Kecamatan Jasinga terdiri dari 16 desa.

“Desa Curug, Tegalwangi dan Wirajaya merupakan 3 desa di Kecamatan Jasinga kabupaten Bogor bagian barat yang berbatasan dengan wilayah Provinsi Banten.” ungkap Dr Taqyuddin.

Baca Juga :  Mengatasi Lemas Saat Puasa: Tips untuk Menjaga Kesehatan Selama Berpuasa

“Jarak yang relatif jauh dari pusat pemerintahan berdampak layanan prasarana dan sarana menjadi tidak berimbang anatara desa-desa yang dekat dengan pusat. Itulah salah alasan penelitian kami.” terangnya.

Lebih lanjut, kata Dr Taqyuddin, jumlaah penduduk yang lebih dari 4500 KK dari ketiga desa tersebut. Prasarana ekonomi, kesehatan, dan pendidikan terbatas. Hal ini mengakibatkan angka lama pendidikan sangat rendah di bawah wajib belajar 9 tahun.

“Prasarana transportasi berupa terminal, terminal pedesaan, jaringan jalan, dan moda masih sangat terbatas. Upaya masyarakat untuk mendapatkan pelayanan administrasi di pusat Kabupaten harus mengeluarkan biaya yang besar, SMP dan SLTA ada di Kecamatan, untuk mengaksesnya masyarakat harus memiliki moda motor sendiri.” bebernya.

Baca Juga :  Mengatasi Lemas Saat Puasa: Tips untuk Menjaga Kesehatan Selama Berpuasa

Begitu jaga untuk mengakses pelayanan kesehatan. Lanjut Dr Taqyuddin, hal ini sangat tidak kondusif dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi pedesaaan (SDG’s 8) dan untuk itu perlu diberdayakan kemitraan untuk mencapai tujuan pelayanan transportasi yang memadai.

Dan desa-desa tersebut berbatasan dengan provinsi Banten yaitu Kabupaten Lebak sebagai pinggiran Ibukota Provinsi Banten. Kata dia.

Seperti biaya yang harus dikeluarkan selain harus memiliki moda sendiri berupa motor yaitu sebagai konsumen BBM yang harga per liternya melebihi harga pasar pertalite 12000 (harga pasar 10000), pertamax 15.000 (harga pasar 13.000) dan karena jaraknya jauh untuk perjalanan pulang pergi anak sekolah berbekal minimal 30.000 untuk transportasi, belum lagi untuk ke pasar, kesehatan dll ke pusat kecamatan.

Baca Juga :  Pj. Bupati Bogor dan Transporter Angkutan Tambang Menyepakati 8 Poin Kesepakatan

“Selain Pemerataan, Pembangunan prasarana transportasi yang terbatas, kendala lain desa-desa tersebut bentang alamnya perbukitan landai hingga terjal. Pada musim penghujan jaringan jalan pedesaaan yang masih berupa jalan tanah sangat menghambat perjalanan.” tukas Dr Taqyuddin.

Dengan demikian ditegaskan bahwa daerah pinggiran perbatasan kabupaten Bogor di bagian barat yang berbatasan dengan Kabupaten Lebak Provinsi Banten kondisi fasilitas transportasinya hingga 2024 belum mendukung peningkatan perekonomian warga.

Artikulli paraprakTanaman Penghasil Emas : Kekayaan Tersembunyi di Tengah Alam Indonesia yang Jarang Diketahui
Artikulli tjetërDesa Curug Sambut Panen Perdana Jagung Hibrida C 21 Dalam Upaya Ketahanan Pangan : Ini Kata Babinsa Sertu Rusman