Beranda Nasional Rindu Keluarga Atau Tak Peduli Corona? Warga Terpaksa Mudik

Rindu Keluarga Atau Tak Peduli Corona? Warga Terpaksa Mudik

JAKARTA — Sri Wahyuni (31) tengah duduk di bangku Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat, seorang diri. Di sampingnya, tergeletak dua buah tas yang terisi penuh.

Saat itu, stasiun tampak sepi. Bangku-bangku di ruang tunggu kosong dan tiada antrean di pintu masuk peron stasiun. Porter yang biasanya aktif menawarkan jasa ke penumpang tampak cuma duduk di bangku tunggu, yang lainnya tertidur.

Sri mengaku hendak mudik Kota Surabaya, Jawa Timur. Sudah dua tahun dia menahan rindu untuk berkumpul dengan keluarganya.

“Mau nengok keluarga, kan di rumah bapak ibu masih ada. Udah dua tahun (tidak bertemu),” kata Sri saat ditemui CNNIndonesia.com di Stasiun Pasar Senen, Kamis (15/4).

Tahun lalu, saat awal pandemi Virus Corona (Covid-19) merebak, Sri tidak bisa pulang. Ia hanya bisa bercakap-cakap dengan keluarganya di rumah secara vritual melalui panggilan video.

“Masa iya cuma video call-an doang, enggak enak. Kangennya enggak selesai,” seloroh Sri.

Dia, yang sempat berharap mudik tahun ini diizinkan, mengaku sudah berencana mudik sejak jauh hari, sebelum pemerintah memutuskan melarang mudik 6-17 Mei, yakni pada hari kedua puasa.

“Sedangkan tahun kemarin saya belum pulang. Jadi ya sekalian pulang,” ujarnya.

Sri tidak merasa khawatir pulang membawa virus Covid-19. Menurutnya, manusia akan tetap mati jika telah ditetapkan oleh Tuhan.

“Alah, mau virus atau enggak kita tetap juga mati, kalau waktunya mati ya mati, hidup ya hidup,” dalihnya.

Sri pulang mudik seorang diri. Pendapatan suaminya yang sehari-hari bekerja sebagai tukang ojek online sedang berkurang sejak pandemi menghantam. Meskipun, dalam beberapa bulan terakhir Jakarta menjadi lebih ramai.

“Suami saya ojeknya lagi sepi, jadi ongkosnya kurang,” aku dia.

Seperti halnya Sri, Merta Indira Dwi Aksari juga memutuskan mudik ke Malang, Jawa Timur sebelum dilarang pemerintah. Ia menduga jika pulang menjelang tanggal yang dilarang pemerintah transportasi umum sangat ramai.

Baca Juga :  Pelatih Sun Hong Ungkap Kesiapan Korea Selatan di Perempat Final Piala Asia U-23 Timnas Garuda Muda

“Soalnya kalau mendekati tanggal larangan biasanya hectic banget tuh, penuh,” kata Merta di Stasiun Pasar Senen.

Ketika pemerintah melarang mudik tahun lalu, ibunya sedang sakit dan akhirnya meninggal dunia pada Desember 2020.

Tahun ini, kata Merta, merupakan lebaran pertama ayahnya tanpa ditemani sosok ibu. Ia ingin menemani ayahnya saat momen lebaran nanti dan kemudian berziarah ke makam ibunya.

“Secara mental papa saya pasti nge-drop banget kan. Urgen-nya justru itu gimana saya ada buat papah, supaya dia enggak terlalu kepikiran. Karena udah usia juga. Papa saya udah 70 (tahun),” ujarnya.

Situasi serupa juga tampak di Stasiun Gambir. Sepanjang lorong stasiun hanya terdapat beberapa kios yang buka. Para porter juga tampak menganggur dan lesu.
Meski demikian masih terdapat beberapa penumpang yang hendak mudik. Salah satunya adalah Kartika, yang tinggal di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Ia bersama suami dan ketiga anaknya hendak mudik ke Kuningan, Jawa Barat.

Bagi Kartika, mudik merupakan momen yang sangat membahagiakan. Sebab, ia bisa berkumpul bersama keluarganya di rumah. Selama setahun, ia hanya bisa mudik pada masa lebaran. Perjalanan Banjarmasin-Kuningan jauh dan menghabiskan ongkos.

“Karena pengen kumpul bareng, kan setahun sekali kumpul,” kata Kartika di ruang tunggu Stasiun Gambir, Jakarta Pusat.

Kartika memutuskan mudik hari ini karena menghindari larangan pemerintah. Hal yang sama juga dilakukan tetangganya di Banjarmasin. Menurutnya, para perantau yang kebanyakan berasal dari Jawa telah mudik sejak dua minggu lalu.

“Sudah lama, dua minggu sebelum puasa (mudik). Sayang kan denda (sanksi mudik)-nya,” ujar Kartika.

Meski bisa mudik sebelum dilarang, Kartika tidak menampik bahwa ia tetap cemas terhadap penularan virus Covid-19. Ia berharap semoga tidak membawa virus yang telah membunuh jutaan orang di seluruh dunia itu ke kampung halaman.

Baca Juga :  Mooryati Soedibyo, Pendiri Mustika Ratu, Meninggal Dunia di Usia 96

“Takut virusnya, virus lah. Pasti cemas,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Humas PT KAI Daerah Operasi (Daop) 1, Jakarta Eva Chairunnisa mengatakan tidak ada tren kenaikan penumpang, meskipun beberapa orang memutuskan mudik pada awal Ramadan. Pihaknya juga tidak menambah gerbong kereta api.

Menurut Eva, rata-rata jumlah penumpang minggu ini di Pasar Senen sama dengan minggu lalu, yakni berkisar 2.000 orang per hari.

“Itu angka yang normal. Malah, sebelum pandemi angkanya bisa 10.000, 11.000 (penumpang),” kata Eva.

Sementara itu, berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com, jumlah nomor antrian tes GeNose di Pasar Senen pada pukul 12.40 WIB telah habis sebanyak 688 nomor, sementara Antigen 117 nomor.

Menurut petugas yang memberikan nomor antrian, jumlah tersebut terbilang sedikit. Saat ramai, nomor antrian tes GeNose bisa habis 3.000 nomor pada jam 7 malam.

Sementara, di Stasiun Gambir, jumlah nomor antrian tes GeNose telah habis 604 nomor dan Antigen 196 nomor pada pukul 13.41 WIB.

Pemerintah sendiri sudah melarang mudik lebaran pada 6-17 Mei. Korps Lalu Lintas Polri sempat menyebut akan menggelar operasi sebelum masa pelarangan itu agar mencegah warga curi start mudik.

Sementara, pihak PT Kerata Api Indonesia belum menerapkan siasat mencegah warga curi start mudik. VP Public Relations KAI Joni Martinus mengungkapkan kereta beroperasi normal dan penjualan tiket masih dilakukan hingga 30 April.

“Belum ada [langkah antisipasi], semua masih berjalan normal. Penjualan tiket baru kami layani sampai dengan tanggal 30 April,” jelasnya, Jumat (9/4).

Sumber :Cnn Indonesia

Artikulli paraprakDubes Saudi Beri Indonesia Kuota Haji Tahun Ini
Artikulli tjetërInstagram Minta Maaf Karena Promosikan Konten Diet