Beranda Nasional Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan , Ambil Alih Pengelolaan 1,1 Juta Hektare...

Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan , Ambil Alih Pengelolaan 1,1 Juta Hektare Hutan di Jawa

Jakarta, Publikbicara.com — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengambil alih kelola 1.103.941 juta hektare hutan di Pulau Jawa dari Perum Perhutani.

Dengan demikian, wilayah kelola Perum Perhutani berkurang drastis di Pulau Jawa, dari semula 2,4 juta hektare hutan menjadi 1,3 juta hektare.

Dilansir dari CNN Indonesia. Hal itu tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 yang ditetapkan pada 5 April 2022 lalu.

Dalam SK tersebut dijelaskan 1,1 juta ha itu tersebar di empat provinsi. Sebanyak 202.988 ha hutan berada di Provinsi Jawa Tengah, 502.032 ha di Jawa Timur, 338.944 di Jawa Barat, dan 59.978 ha di Banten.

Dikatakannya, hutan seluas 1,1 juta hektare itu bisa dimanfaatkan untuk enam kepentingan.

Pertama, untuk kepentingan perhutanan sosial. Kedua, untuk penataan kawasan hutan dalam rangka pengukuhan kawasan hutan.

Lalu ketiga, untuk penggunaan kawasan hutan. Keempat, untuk rehabilitasi hutan. Kelima, untuk perlindungan hutan dan keenam untuk pemanfaatan jasa lingkungan.

Menteri LHK Siti Nurbaya dalam rapat bersama Komisi IV DPR, menjelaskan alasan mengapa kebijakan tersebut dibuat. Salah satunya untuk mengurangi area hutan yang selama ini dikelola Perhutani secara tidak produktif.

Selanjutnya, untuk mengurangi area konflik tenurial yang selama ini gagal diselesaikan Perhutani. Ketiga, untuk mereformasi dan mengefisienkan kinerja Perhutani. Diharapkan Perhutani bisa fokus menjalankan bisnis pemanfaatan hasil hutan di area produktif saja.

Baca Juga :  Bima Arya Siap Maju dalam Perhelatan Politik Pilkada Jawa Barat 2024

Keempat, memperluas kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat dengan menjadikannya sebagai objek perhutanan sosial.

“Peran masyarakat yang sebelumnya hanya pekerja (Perhutani), berubah menjadi pengelola mandiri,” kata Siti.

Alasan kelima, kata Siti untuk mempercepat pemulihan dan pengendalian kerusakan hutan. Sebab, ia melihat banyak hutan yang kritis.

“Areal-areal yang seperti ini yang harus dipulihkan ini, misalnya di Banten, ini juga di Garut, terus Jawa Barat ini ini termasuk yang harus ditata dan dipulihkan. Terus, di Cilacap, Jawa Tengah, Sukoharjo, dan seterusnya,” sebutnya.

Siti menuturkan pihaknya saat ini sedang mempersiapkan keputusan menteri baru yang berisikan ketentuan lebih rinci terkait pengelolaan khusus hutan di Pulau Jawa itu.

“Dengan begitu, KHDPK tidak diinterpretasikan secara sempit bahwa seluruh area ditujukan untuk perhutanan sosial,” ujarnya.

Direktur Utama Perum Perhutani Wahyu Kuncoro mengakui pihaknya tidak mampu menyelesaikan konflik tenurial. Ia juga mengaku mendukung keputusan tersebut.

“Memang ada zonasi yang di dalamnya terdapat konflik (tenurial), yang perhutani tidak mampu menyelesaikannya. Misalnya, muncul bangunan yang diduduki oleh masyarakat di kawasan hutan,” kata Wahyu.

Sebelumnya, Serikat Pekerja dan Pegawai Perhutani (SP2P) serta Forum Penyelamat Hutan Jawa menyatakan keberatan atas rencana yang ditelurkan dari surat keputusan MenLHK tersebut. Mereka menolak kebijakan tersebut karena tak setuju area hutan diganti menjadi perhutanan sosial.

Baca Juga :  Antara Fluktuasi dan Stabilitas di Pasar Global, Perjalanan Rupiah Melemah pada Dolar AS

Mereka khawatir subjek yang diberikan hak kelola baru itu justru akan merusak hutan serta mengancam keberlangsungan hidup dan ekosistem di Pulau Jawa.

Ketua Umum SP2P Heri Nur Afandi dalam diskusi daring, Senin (6/6), mengatakan pihaknya takut entitas pengelola baru hutan jawa akan dapat mengelola lebih baik daripada Perhutani.

Pasalnya, kata dia, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 90 persen bencana hidrometeorologi di Indonesia disebabkan karena hutan rusak. Diperkirakan tahun 2025, Pulau Jawa akan mengalami krisis atau defisit air sebanyak 134 miliar meter kubik.

“Terjadinya kekosongan pengelola dikhawatirkan akan ada pendudukan kawasan hutan oleh pihak-pihak tidak bertanggungjawab,” ujar dia.

Selain itu, SP2P juga khawatir rencana yang ditelurkan dari SK MenLH itu akan berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) para pekerja di lingkungan Perhutani.

“Isu pengurangan karyawan Perhutani. Direksi telah meyakinkan kepada kita bahwa tidak akan ada PHK. Tapi tetap kami masih ragu dengan kemampuan finansial Perum Perhutani pasca terbitnya KHDPK,” kata Heri kala itu.

Artikulli paraprakMenparekraf Minta Wisman Tidak Ragu Kunjungi Indonesia
Artikulli tjetërBPBD Sleman Mulai Bergerak Membongkar Muatan dan Distrisibusikan Bantuan Gempa Cianjur