BOGOR-Tahun sudah berganti, tetapi kebijakan soal sekolah tatap muka hingga kini masih membuat bingung orang tua dan siswa. Bahkan, di Bogor sendiri, pemerintah daerahnya punya jalan masing-masing dalam menetapkan kebijakan belajar tatap muka.
DI Kota Bogor, misalnya. Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor sudah membatalkan rencana menerapkan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) pada 11 Januari mendatang. Itu lantaran masih tingginya kasus penambahan pasien Covid-19 di Kota Bogor.
Wakil Wali Kota Bogor Dedi A Rachim mengatakan, rencana PTM dibatalkan karena pemerintah daerah (pemda) tak ingin mengambil risiko. ”Kita tidak mau mengambil risiko PTM dilaksanakan di 11 Januari. Jadi kami membatalkan rencana itu,”kata Dedie.
Bagi Dedie, saat ini yang terpenting adalah keselamatan siswa, guru, dan seluruh orang yang terlibat dalam dunia pendidikan. Meski Kota Bogor statusnya zona oranye dan diperbolehkan menggelar PTM, Dedie menilai saat ini Kota Bogor belum mampu menangani penambahan kasus yang makin meningkat.
”Jadi memang intinya sih status merah atau oranye tidak penting. Yang penting ketidakmampuan kita menangani pasien secara kuratif karena kapasitas rumah sakit yang hanya 554 tempat tidur. Sekarang kasus aktif hampir mendekati 1.200-an, kan gitu. Apakah kita mau mengambil risiko PTM? Itu kurang bijaksana,” tegasnya.
Untuk memaksimalkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), Dedie menyebut wifi publik gratis akan terus diperpanjang masa pemakaiannya dan anggarannya sudah dimasukkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2021.
”Kalau itu pasti. Saya pikir sudah masuk di dalam pagu definitif APBD 2021, perpanjangan pemanfaatan wifi publik gratis. Anggarannya juga kurang lebih sama,” terangnya.
Hal itu pun disambut baik Ketua Dewan Pendidikan (Wandik) Kota Bogor, Deddy Djumiawan. Ia menilai apa yang dilakukan Pemkot Bogor merupakan langkah yang bijak.
”Saya setuju, karena kebijakan ini pasti diambil secara hati-hati. Dan keselamatan siswa yang utama,” katanya kepada Metropolitan.id, Senin (4/1).
Deddy menjelaskan keputusan untuk menunda PTM di Kota Bogor adalah keputusan yang tepat. Selain tingginya angka kasus Covid-19, kesiapan sekolah juga dinilai menjadi suatu hal penting.
Untuk diketahui, sampai saat ini Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor masih memberikan sosialisasi kepada sekolah-sekolah terkait persiapan PTM di Kota Bogor.
”Jadi sambil menunggu keadaan membaik, Disdik harus lebih menggencarkan sosialisasi. Karena kan kemarin persiapan hanya sebentar ,”ujarnya.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menegaskan penyelenggaraan pembelajaran semester genap yang dimulai pada Januari 2021 tetap mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19.
Aturan yang diumumkan 20 November 2020 tersebut memuat panduan lengkap PTM semester genap tahun ajaran 2020/2021 dan tahun akademik 2020/2021. Mulai dari tahapan perizinan, prosedur yang harus dipenuhi, hingga prasyarat dan protokol kesehatanyang wajib dijalankan.
Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal Kemendikbud, Ainun Na’im, menegaskan pemberian izin pelaksanaan PTM di satuan pendidikan dilakukan pemerintah daerah, kantor wilayah Kementerian Agama provinsi, dan/atau kantor Kementerian Agama kabupaten/kota sesuai kewenangannya.
Pemberian izin PTM juga dapat dilakukan serentak dalam satu wilayah provinsi/ kabupaten/kota atau bertahap per wilayah kecamatan/desa/ kelurahan.
”Pemerintah daerah sebagai pihak yang paling memahami kebutuhan dan kapasitas wilayah masing-masing memiliki kewenangan penuh untuk mengambil kebijakan,” kata Ainun dalam keterangannya, Senin (4/1).
Ainun menjelaskan terdapat beberapa poin utama dalam SKB empat menteri tersebut. Pertama, keputusan membuka sekolah harus mendapat persetujuan, bukan hanya dari pemerintah daerah tetapi juga dari pihak sekolah dan komite sekolah yang merupakan perwakilan para orang tua murid.
”PTM sifatnya diperbolehkan tidak diwajibkan, sehingga keputusan akhir tetap ada di orang tua. Jika orang tua belum nyaman maka siswa dapat melanjutkan proses belajardari rumah,” ujar Ainun.
Kedua, sekolah yang dibuka juga wajib memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan, serta menerapkan protokol yang ketat. Sebagai contoh, jumlah siswa yang hadir dalam satu sesi kelas hanya boleh 50 persen dan satuan pendidikan diminta memberlakukan rotasi untuk mencegah penyebaran Covid-19 di lingkungan sekolah.
Ainun mengatakan, dua prinsip kebijakan pendidikan di masa pandemi tetap harus dijunjung. Pertama, memastikan kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai prioritas utama. Kedua, memerhatikan tumbuh kembang peserta didik dan kondisi psikososial seluruh insan pendidikan.
”Pemerintah akan senantiasa memantau dan mengevaluasi situasi pandemi agar proses dan manfaat pembelajaran tetap dapat berlangsung,” ujar Ainun.
Sementara itu, di Kabupaten Bogor ada sinyal akan dibukanya Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tatap muka.
Sekretaris Disdik Kabupaten Bogor Atis Tardiana mengaku pihaknya telah menyusun surat edaran untuk satuan pendidikan, jika sewaktu-waktu ingin menggelar PTM.
”Kami dari Disdik Kabupaten Bogor sudah mempersiapkan surat edaran mengenai ketentuan PTM untuk satuan pendidikan,”katanya.
Pihaknya juga mengaku bakal menggelar PTM jika Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor mempersilakannya pada 11 Januari mendatang.
”Kalau soal izin, kami sudah mengeluarkan. Intinya selama protokol kesehatan dipenuhi satuan pendidikan, sesuai surat edaran dari kebijakan empat menteri, tak apa,” terangnya.
Kondisi itu pun membuat banyak orang tua kebingungan. Di satu sisi orang tua ingin anaknya mendapat pengajaran maksimal, namun di sisi lain ada kekhawatiran soal penularan Covid-19.
“Terus terang kami sebagai orang tua bingung dengan nasib pendidikan anak-anak. Mau gimana? Kalau kelamaan di rumah juga kasihan anak-anak juga lelah dan jenuh,” ujar Arsya, salah seorang wali murid yang ingin menyekolahkan anaknya.
Ia berharap pemerintah bisa mengambil keputusan yang tepat demi kebaikan semua pihak.
Jika melihat hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dari total 62.448 responden siswa, lebih dari 70 persen siswa ingin segera belajar di sekolah secara normal.
Para responden yang setuju PTM dibuka pada Januari 2021 umumnya memberi alasan sudah jenuh PJJ dan butuh variasi dengan PTM. Terutama untuk praktikum dan membahas materi-materi yang sangat sulit yang tidak bisa diberikan melalui PJJ.
Hampir 56 persen responden yang setuju PTM menyatakan alasan tersebut, terutama siswa kelas VI SD dan siswa kelas IX SMP dan siswa kelas XII SMA/SMK.
Survei itu dilakukan selama satu minggu, yaitu pada 11-18 Desember 2020, dengan jumlah reponden atau partisipan peserta didik mencapai 62.448 siswa. Responden anak laki-laki mencapai 55 persen dan responden anak perempuan hanya 45 persen.
”Jadi anak ini ingin sekolah tatap muka buat bahas materi sulit dan praktikum. Lalu 25 persenmengaku jenuh, sisanya ingin konsultasi dengan guru BK (Bimbingan Konseling, red) dan ada jumlah kekerasan di rumah 134 anak. Kemudian ada rindu dengan teman dan lainnya,” kata Komisioner KPAI dan Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FGSI) Retno Listyarti, pada diskusi daring FGSI, Minggu (3/1).
Sedangkan siswa yang mengaku tidak setuju hanya 6.241 siswa atau sekitar 10 persen dari total responden. Adapun yang menjawab ragu-ragu mencapai 10.078 siswa atau sekitar 11,83 persen dari total responden.
Sumber: Metropolitan