Bogor-Pergerakan masyarakat kini semakin dipersempit pemerintah melalui kebijakan darurat sipil. Di mana masyarakat diminta mengkarantina diri sendiri secara mandiri sebagai bentuk penerapan physical distancing yang lebih disiplin. Kebijakan ini pun berdampak pada keberadaan angkot di Kota Bogor. Julukan kota sejuta angkot yang disandang Kota Bogor nampaknya sudah tak berlaku lagi.
Berdasarkan data terakhir yang dimiliki Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bogor, kini hanya ada sekitar 1.700-an angkot yang masih mengaspal di jalanan Kota Bogor. ”Jumlah angkot kota yang beroperasi saat ini cuma 50 persen akibat sekolah libur, pegawai kerja di rumah dan mal tutup. Sedangkan setoran sopir ke pemilik angkot sedapatnya,” jelas Wakil Ketua DPC Organda Kota Bogor, Freddy Djuhardi, kepada Metropolitan, Selasa (31/3).
Masih menurut Freddy, kondisi ini akan semakin parah dengan adanya wacana penyekatan jalanan yang disiapkan Dishub Kota Bogor yang merupakan bagian dari rencana lokal lockdown Kota Bogor.
Tetapi, pengurangan jumlah angkot yang beroperasi yang paling parah, sambung Freddy, terjadi di trayek 06, 07, 08, 09, 11, 16, 19, 20, 22 dan 23 AK. Rata-rata angkot yang beroperasi hanya sekitar 40 sampai 50 angkot atau rata-rata 30 persen yang beroperasi di trayek tersebut. ”Jika keadaan terus begini, bisa-bisa angkot tidak lagi beroperasi,” ujarnya.
Bahkan, Freddy memprediksi kerugian yang dialami angkot Kota Bogor sebesar Rp540 juta setiap harinya. Di mana satu angkot mengalami kerugian sebesar Rp201 ribu dari total 18 rit yang harus disetorkan. ”Iya karena sekolah libur, pendapatan berkurang sekitar 40 persen dihitung dari rata-rata pengguna angkot dari penumpang dari golongan anak sekolah yang libur,” jelasnya.
Hal ini mendapatkan perhatian penuh dari anggota Komisi IV DPRD Kota Bogor, Saeful Bakhri. Menurutnya, pemkot harus memperhatikan ini, karena angka masyarakat yang tidak berpenghasilan bertambah. Sedangkan mereka (masyarakat) harus tetap membeli komoditas untuk tetap hidup.
Pria yang akrab disapa ASB ini pun menyinggung soal bantuan yang akan diberikan Pemkot Bogor. Menurutnya, pemkot seharusnya memberikan bantuan kepada mereka (masyarakat, red) yang tadinya memiliki pendapatan, tapi karena corona jadi pengangguran atau disebut sebagai masyarakat berpenghasilan informal.
”Jadi, bantuan harus dibagi-bagi. Misalkan pemerintah pusat dan provinsi memberikan bantuan bagi PKH dan sembako. Nah, pemerintah pusat menyentuh yang berpenghasilan informal,” ujarnya.
Jika angkot di Kota Bogor hilang, sambung ASB, maka akan berdampak juga pada ketersediaan pasokan bahan makanan di pasar-pasar. Sebab sejauh ini, para pedagang pasar sangat bergantung kepada angkot untuk mengangkut dagangannya.
Begitu pun dengan pedagang kelas II yang harus membeli ke pasar untuk dijual kembali. ”Kami sebisa mungkin akan membahas ini di DPRD terlebih dulu. Jadi, selain memastikan bantuan tepat sasaran, kita juga harus menjaga ekosistem ini tetap berjalan,” pungkasnya
Sumber:Metropolitan