Publikbicara.com – Penerapan kebijakan penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar kini tengah menuai kontroversi, terutama setelah diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.
Aturan ini, yang merupakan implementasi dari Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, mendapat sorotan tajam dari Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih.
Fikri mengkritik keras pasal dalam PP tersebut yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi untuk pelajar, dengan menegaskan bahwa kebijakan ini bertentangan dengan amanat pendidikan nasional yang mengedepankan nilai-nilai budi pekerti luhur dan norma agama.
Dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Senin (5/7/2024), Fikri menekankan, “Kebijakan ini tampaknya tidak sejalan dengan prinsip pendidikan nasional yang berakar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.”
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan nasional harus berlandaskan pada nilai agama, kebudayaan nasional, serta mampu menanggapi perubahan zaman sambil membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat.
Fikri berargumen bahwa menyediakan alat kontrasepsi kepada remaja, alih-alih mensosialisasikan risiko perilaku seks bebas, dapat dianggap sebagai langkah yang salah arah.
Ia menegaskan bahwa pendidikan nasional seharusnya menekankan pada nilai-nilai luhur dan norma agama.
“Tradisi yang diwariskan oleh para leluhur kita mengajarkan pentingnya mematuhi perintah agama dalam menjaga hubungan dengan lawan jenis dan menghindari risiko penyakit menular,” ujarnya.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, yang diresmikan oleh Presiden Jokowi, mencakup ketentuan mengenai penyediaan alat kontrasepsi sebagai bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi bagi anak usia sekolah dan remaja.
Pasal 103 ayat (1) PP ini menyebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi untuk usia sekolah dan remaja meliputi pemberian informasi, edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.
Sedangkan ayat (4) menambahkan bahwa pelayanan tersebut termasuk deteksi dini penyakit, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.
Diskusi ini menyoroti ketegangan antara kebijakan kesehatan yang bertujuan untuk mengurangi risiko kesehatan reproduksi dan nilai-nilai pendidikan nasional yang ingin menekankan pada budi pekerti dan norma agama.
Akankah kebijakan ini mendapat dukungan luas atau malah berakhir sebagai kontroversi yang memperdebatkan arah pendidikan dan kesehatan remaja di Indonesia?