Beranda Opini Learning Centre: Berbasis Kearifan Lokal

Learning Centre: Berbasis Kearifan Lokal

Oleh: Rd. Ace Sumanta

Tentu saja menarik dan sangat berfaedah pertemuan “Halal Bihalal KAHMI-ICMI” di Markas Jimmy Hantu Tamansari (Minggu, 5 Juni 2022).

Saya tidak bisa hadir karena ada kegiatan di hari dan jam bersamaan dengan komunitas masyarakat Kec. Pamijahan. Saya hanya bisa membaca berita dan ulasan melalui WAG PB. ICMI Orwilsus Bogor. Sangat bernilai dan berbobot apa yang disampaikan oleh Ketua DPP ICMI Pusat Prof. DR. Ir. Arif Satria yang juga Rektor IPB University.

Bahasan tentang Learning Centre atau tulisan lainnya Learning Center. Dalem terjemahan Bahasa Indonesia menjadi tempat pelatihan atau tempat belajar (pembelajaran). Tentu melihat dari konsep negara Italy yang sudah ada sejak tahun 1972. Kemudian ICMI Orwilsus ingin fokus pada pembangunan ekonomi dan pertanian di pedesaan. Tidak juga salah bahkan harus dioptimalisasi kan juga tidak semuanya benar karena ICMI cakupan kerjanya luas. Ibarat gerbong kereta api yang panjang. Tentu ICMI bisa fokus pada program masing-masing yang bisa diberikan hak otonomi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya terutama pada pegiat dan pelaksana teknis di masing-masing bidang.

Kalau kita boleh jujur negara Korea Selatan masih belum berhasil dalam bidang ini ketimbang Jepang dan negara asal yang mengadopsi istilah Learning Centre di Italy. Malah negara Indonesia sangat kaya dan sudah melakukan sejak pasca-kemerdekaan. Saat Presiden ke-2 Soeharto Orde Baru sudah berjalan bagus bahkan yang menjadi lokomotifnya adalah Institut Pertanian Bogor (IPB) jika merujuk pada literatur orang-orang IPB terutama peneliti, guru besar dan Rektor sangat tepat sebagai lokomotif perubahan bangsa dan negara menuju Indonesia lebih baik, sejahtera dan berdaya sebagai mana cita-cita Raja Sunda Prabu Siliwangi “gemah ripah repeh rapih” tentram damai dengan penuh kebersamaan yakni dengan istilah “silih asih, silih asah dan silih asuh”.

Kalau kita mau jujur pada diri sendiri dan bangga dengan karya anak bangsa, Learning Center sudah diterapkan di Indonesia sejak lama bahkan sejak Kerajaan Pertama Salaka Negara (Abad satu) dilanjutkan dengan Program daerah berbasis agraris,lingkungan hidup oleh Kerajaan Tarumanagara dengan Rajanya Purnawarnan Begitu juga lebih luas cakupannya oleh Kerajaan Pakuan Pajajaran yakni berbasis pertanian, irigasi, etika (filosofis), agama hingga peradaban. Banyak para ahli luar dan dalam negeri meneliti dengan benar dan jujur mengakui Indonesia (Nusantara) memang jaya dari berbagai aspek lautan, daratan dan udara.

Baca Juga :  Mengenang Perjalana Sang Pendiri Mustika Ratu : Mooryati Soedibyo, Pionir Industri Kosmetik Herbal Indonesia

Ini warisan para inohong “karuhun” Nusantara yang seharusnya rakyat bisa lebih subur Makmur gemah ripah loh jinawi. Tentu kini kita merasakan malah terpuruk dan terhimpit ekonomi yang sulit. Tentu ada yang kurang beres pendidikan di Indonesia, negara dalam pengelolaannya tidak maksimal malah cenderung salah urus. Kearifan lokal yang telah membawa bangsa Indonesia lebih maju dalam sosial dan peradaban tergantikan oleh budaya dan kultur Barat. Ini yang harus kita sadari. Cita-cita negara hanya sampai pada pintu gerbang kemerdekaan, dalam pengurusannya diserahkan pada bangsa dan negara asing. Harus ada pengkajian yang komprehensif, terukur dan berkelanjutan.

Kembali Pada Jatidiri

Suatu tantangan di era-globalisasi dan perdagangan bebas. Negara tidak bisa berbuat banyak karena sudah dikepung dan terpasung dari hutang luar negeri. Berbagai sudut pandang terutama soal merosotnya moral yang berakibat pada lunturnya fundamental dan nilai kultural, gotongroyong serta terkikisnya nilai karakter bangsa yang tangguh.

Kearifan lokal sudah tergerus zaman karena dianggap jadul dan barang rongsokan. Kita dipaksakan harus makan dan mengunyah dengan rasa orang-orang Barat. Padahal lidah kita tidak sama, karakter kita berbeda pendidikan keluarga berbeda. Maka menurut saya ICMI harus mampu bersuara dengan lantang di tingkat nasional. ICMI harus memberikan contoh soal kejujuran, moral dan tidak pernah berkolaborasi dengan program hasil korupsi. ICMI sudah melekat dengan istilah “cendekiawan” dan tentu nilai adiluhung yang bermanfaat dan bermartabat diutamakan.

Baca Juga :  Sirkuit Rumpin Membuka Jalan Menuju Kejayaan Otomotif, Aan Triana : Seperti Semi Mandalika

Dari dulu sampai sekarang masih mengenal POSYANDU (Pos Pelayanan Terpadu), KELOMPENCAPIR, Saung Tani (Kelompok Tani) juga Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) hingga kini ada BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) zaman Presiden SBY namanya PNPM. Hal itu merupakan kekayaan di masyarakat yang tentunya masih bisa dilakukan dan dipercayakan di masyarakat kita. Belum lagi adanya pamong budaya, penjaga hutan lindung, hingga ulu-ulu juga ada. Semuanya tumbuh di masyarakat pedesaan. Persoalannya bukan hanya terkikis oleh moralitas partai atau pemikiran pimpinan yang berbeda haluan karena berangkat dari partai politik yang berbeda melainkan melupakan “purwadaksi kearifan lokal”.

Negara penjajah malah meniru dari Indonesia sebagai negara yang dijajah, termasuk ilmu hukum. Kenapa hukum adat seolah-olah datang dari Leiden (Belanda) justru mereka belajar hukum adat dari suku-suku penduduk Nusantara. Kita kurang mau belajar dari masyarakat sendiri. Meninggalkan adat-istiadat dan kearifan lokal. Mari kita kembali ada pembelajaran petani di desa. Mereka tidak mengenyam pendidikan tinggi malah telah mampu menyekolahkan dan membiayai anaknya lulus sarjana yang diharapkan.

Malah harapan orang tua pupus ketika anaknya memilih pekerjaan di kantor atau sesuai ilmu yang dipelajari. Banyak sarjana pertanian tidak memilih menjadi petani yang hebat, handal, dan petani yang mampu menggali potensi melainkan banyak yang bekerja di Bank, Wartawan, penerbit, anggota legisatif dan pedagang bahkan ngojek online.. Hal itu akan menjadi tugas ICMI juga agar tidak instan dalam kebijakan.

Tantangan ke depan berdayaguna dan berhasilguna menjadi cendekiawan yang mampu menyebar ke desa-desa di tanah-tanah tandus yang tidak terjangkau oleh teknologi yang cendekiawan. Semoga.

*Rd. Ace Sumanta, adalah budayawan – sastrawan pituin Bogor, Ketua/Kood. BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) Himalaya, Ketua BKD (Badan Kerjasama Desa) Cijujung Kec. Cibungbulang. Pengurus ICMI Orwilsus Bogor.

Narasi ini dibuat oleh penulis. Jika ada kekeliruan Redaksi tidak bertanggung jawab, Isi artikel ini tanggung jawab penulis.

Artikulli paraprakDrainase Buruk, Jalan Raya Leuwiliang-Jasinga Depan RSUD Leuwiliang jadi Langganan Banjir
Artikulli tjetërGMPPK Bogor Raya Dukung Anies Baswedan Maju Capres