Publikbicara.com – Raden Kian Santang, atau dikenal juga sebagai Raden Sanggara, adalah tokoh legendaris yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam di Jawa Barat.
Putra Prabu Siliwangi atau Sri Paduka Maharaja Pakuan Padjadjaran ini juga dikenal dengan gelar Syekh Sunan Rohmat Suci.
Berikut adalah kisah inspiratif dari Raden Kian Santang yang menarik untuk disimak.
Penyebaran Agama Islam oleh Raden Kian Santang
Raden Kian Santang adalah putra ketiga dari pernikahan Prabu Siliwangi dengan Nyi Subang Larang. Saudara-saudaranya adalah Raden Walangsungsang, yang juga dikenal sebagai Pangeran Cakrabuana, dan Nyi Rara Santang.
Nyi Subang Larang, putri dari Syekh Quro penyebar Islam di Karawang, mendidik anak-anaknya dengan nilai-nilai Islam.
Raden Walangsungsang mendirikan Kota Cirebon, sementara Nyi Rara Santang menikah dengan Syarif Abdullah Umdatuddin, melahirkan dua putra kembar: Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah.
Syarif Hidayatullah kemudian menjadi Sunan Gunung Jati, pendiri Kesultanan Cirebon yang berkuasa lebih dari tiga abad.
Sang paman, Raden Kian Santang, yang memiliki nama lain Syekh Rohmat Suci, menjadi penyebar Islam di pegunungan Jawa Barat hingga akhir hayatnya.
Makamnya di Godog Garut, Gunung Nagara, Cilauteureun, menjadi tempat keramat yang sering dikunjungi.
Pertemuan Mistis dengan Sayyidina Ali
Pada usia 22 tahun, Prabu Kian Santang diangkat menjadi Dalem Bogor 2, bersamaan dengan penyerahan tongkat pusaka kerajaan dan penobatan Prabu Munding Kawati sebagai panglima besar Pajajaran.
Peristiwa sakral ini diabadikan dalam Batu Tulis Bogor.
Prabu Kian Santang, yang terkenal gagah perkasa, merasa tak ada yang bisa menandinginya. Ia meminta petunjuk kepada ayahnya, Prabu Siliwangi, untuk menemukan lawan yang setara.
Seorang kakek memberi tahu bahwa lawan tersebut adalah Sayyidina Ali di Tanah Suci Makkah.
Meskipun Sayyidina Ali telah wafat, Prabu Kian Santang secara gaib dipertemukan dengannya. Prabu Kian Santang harus memenuhi dua syarat: mujasmedi di Ujung Kulon dan mengganti nama menjadi Galantrang Setra. Setelah memenuhi syarat, ia berangkat ke Makkah.
Di Makkah, Prabu Kian Santang bertemu seorang lelaki yang ternyata adalah Sayyidina Ali.
Sayyidina Ali menancapkan tongkat ke tanah dan meminta Galantrang Setra mengambilnya.
Meskipun usaha kerasnya gagal mencabut tongkat, Prabu Kian Santang akhirnya takluk kepada Sayyidina Ali dan mendalami agama Islam selama dua puluh hari sebelum pulang ke Pajajaran.
Setelah kembali, ia menceritakan pengalamannya kepada Prabu Siliwangi dan mendapat izin untuk menyebarkan Islam di seluruh wilayah Kerajaan Padjadjaran.
Kisah Raden Kian Santang tidak hanya menunjukkan perjalanan spiritual yang luar biasa tetapi juga peran pentingnya dalam penyebaran agama Islam di Jawa Barat. Semangat dan dedikasinya masih dikenang hingga kini.