Beranda Kesehatan Ketua RT yang Tolak Pemakaman Perawat Menangis Dan Minta Maaf

Ketua RT yang Tolak Pemakaman Perawat Menangis Dan Minta Maaf

SEMARANG – Penolakan pemakaman perawat RSUP Dr. Kariadi yang meninggal karena positif corona atau Covid-19, menjadi viral. Pemakaman pada Kamis (9/4/2020) yang sedianya dilaksanakan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Sewakul, akhirnya dipindah ke Bergota, komplek makam keluarga Dr. Kariadi Kota Semarang.

Salah seorang yang berperan dalam penolakan tersebut adalah Purbo, Ketua RT 6 Dusun Sewakul, Kelurahan Bandarjo, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.

Di hadapan Ketua DPW Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Tengah, Edy Wuryanto, Purbo menyampaikan permintaan maafnya.

“Atas nama pribadi dan warga saya minta maaf adanya kejadian kemarin itu. Saya minta maaf kepada perawat, warga Ungaran, dan pada seluruh masyarakat Indonesia,” ungkapnya, Jumat (10/4/2020) di kantor DPW PPNI Jawa Tengah.

Purbo mengatakan, penolakan pemakaman di TPU Sewakul tersebut adalah aspirasi masyarakat yang berada di lokasi, termasuk beberapa Ketua RT lain. “Mereka mengatakan, Pak jangan di sini, jangan dimakamkan di Sewakul,” ujarnya menirukan warga. Karena desakan warga, akhirnya aspirasi tersebut diteruskan ke petugas pemakaman.

Dia menyatakan tidak mungkin mengabaikan aspirasi warga karena tanggung jawab sebagai Ketua RT. Adanya penolakan pemakaman tersebut, karena adanya kesalahan informasi sehingga menyebabkan ketidaksetujuan dari warga.

Baca Juga :  Mengenang Perjalana Sang Pendiri Mustika Ratu : Mooryati Soedibyo, Pionir Industri Kosmetik Herbal Indonesia

Purbo mengakui, dalam hati dia menangis karena adanya penolakan pemakaman jenazah tersebut. “Sungguh, saya juga menangis dengan kejadian tersebut, tapi saya harus meneruskan aspirasi warga,” ungkapnya.

Sementara Ketua RW 08 Dusun Sewakul, Daniel Sugito mengatakan, penolakan pemakaman tersebut sempat dimediasi. Bahkan dokter juga memberi penjelasan hingga Wakil Bupati Semarang, Ngesti Nugraha datang ke lokasi.

Ketua DPW PPNI Jawa Tengah, Edy Wuryanto meminta kepada seluruh perawat untuk tetap memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan tulus dan ikhlas.

“Kami kecewa dan prihatin dengan kejadian ini, tapi perawat harus tetap memberikan pelayanan kesehatan secara profesional,” ungkapnya.

Kejadian penolakan pemakaman perawat di Kabupaten Semarang ke ranah hukum. Diharapkan, dengan adanya payung hukum yang jelas kejadian tersebut tidak terulang kembali.

Edy Wuryanto mengatakan saat ini sedang mengumpulkan bukti dan dokumentasi terkait kejadian pada Kamis (9/4/2020) petang tersebut. “Harus ada pembelajaran terkait kejadian ini. Kami sudah mengumpulkan ahli-ahli hukum yang tergabung di PPNI untuk memberi masukan dan kajian,” jelasnya, Jumat (10/4/2020) di kantor DPW PPNI Jateng.

Menurut Edy, kejadian penolakan tersebut tidak akan terjadi kalau tidak ada provokator. “Itu nanti mau masuk delik aduan atau gimana, biar ahli hukum yang menentukan. Kami hanya mengumpulkan bukti dan segala yang diperlukan, lalu kami ambil langkah selanjutnya,” ungkapnya. Dikatakan, perawat, dokter, dan pekerja medis adalah garda yang rawan terpapar corona atau Covid-19. “Kerawanan paling tinggi itu adalah tenaga kesehatan yang tidak ada di ruang isolasi. Kalau di ruang isolasi, mereka sudah sadar sehingga memakai alat pelindung diri. Kalau di bagian lain, APD-nya hanya secukupnya, jadi rawan terpapar,” jelasnya.

Baca Juga :  SAHAJA Bergegas Menyatukan Dukungan untuk Jaro Ade sebagai Bupati Bogor 2024 : Ini Kata Ketua AMS Kabupaten Bogor

Dia pun meminta kepada anggotanya untuk mengenakan pita hitam di lengan kanan sebagai tanda duka mulai 10-16 April 2020. Di Jawa Tengah, lanjutnya, ada 68.000 perawat.

“Kami minta pemerintah lebih serius memerhatikan keselamatan perawat sesuai standar WHO. Segera distribusikan ke perawat mulai dari tingkatan puskesmas hingga ke rumah sakit,” papar Edy. Sebab, perawat tidak mengetahui pasien tersebut masuk kategori orang dalam pengawasan (ODP) atau pasien dalam pengawasan (PDP). Selain itu, untuk masyarakat atau pasien juga harus jujur menceritakan riwayat perjalanan atau kesehatannya.

“Perawat yang meninggal tersebut, bekerja di bagian geriatri. Seharusnya jauh dari pasien ODP atau PDP, tapi ada pasien yang masuk dan tidak jujur sehingga perawat terpapar,” jelasnya.

Sumber Kompas.com

Artikulli paraprakLeonardo Dicaprio Sumbangkan Makanan Untuk Tenaga Medis Covid 19
Artikulli tjetërDesa Kalong II Bentuk Satgas Penanganan Penularan Covid-19