Publikbicara.com – Kegamangan akan terjadinya Pemilihan Kepala Daerah tahun 2024 melawan kotak kosong membuat sejumlah pihak bereaksi.
Dalam langkah politik yang mengejutkan, Partai Nasdem dan PKS secara resmi berwacana mengumumkan pembentukan koalisi untuk menghadapi Pemilihan Bupati (Pilbup) Bogor 2024.
Di mana, koalisi Partai NasDem dan PKS ini berkomitmen untuk membentuk poros baru dan menolak keras wacana untuk melawan kotak kosong dalam pemilihan mendatang.
Seperti mana dilansir dari inilahkoran.id Asep Wahyuwijaya, mantan Anggota DPR RI terpilih menegaskan penolakannya terhadap ide tersebut.
“Pemilu melawan kotak kosong adalah bentuk penghinaan terhadap akal sehat dan integritas kemanusiaan,” tegas Wahyuwijaya. Jumat, (08/08/2024).
Sementara itu, Ketua DPD PKS Kabupaten Bogor, Dedi Aroza, menyebutkan bahwa jumlah kursi di DPRD untuk Fraksi Nasdem sebanyak 4 kursi, sementara Fraksi PKS memiliki 7 kursi.
Dengan jumlah kursi yang mencapai 20 persen, koalisi ini memenuhi syarat untuk mengusung pasangan calon bupati dan wakil bupati Bogor.
“Sekarang kami hanya perlu berdiskusi mengenai siapa yang akan menjadi calon bupati dan wakil bupati dalam koalisi ini,” ungkap Dedi Aroza.
Dedi juga menambahkan bahwa politik sangat dinamis, dan kemungkinan masih ada partai politik lain yang dapat bergabung dengan Koalisi Jumat Berkah.
“Kami terbuka untuk kemungkinan bergabungnya partai politik lain dalam poros yang kami bentuk,” tambahnya.
Sebelumnya, dengan akal sehat penulis menilai bahwa dari serentetan penomena yang terjadi dalam dinamika menjelang Pilkada yang akan dilakukan secara serentak nanti.
Sebuah kegamangan menjadi suatu hal yang wajar ketika seseorang yang melek politik menatap Pilkada yang akan digelar secara serentak pada 27 November di akhir tahun ini.
Pasalnya, pesta demokrasi daerah (Pilkada) yang merupakan momen krusial dalam pendewasaan politik masyarakat di tingkat lokal rentan dihadapkan dengan kotak kosong.
“Ada sisi positif dan sisi negatifnya tentu. Dari sisi negatif, ketika Pilkada di hadapkan dengan kotak kosong itu adalah kemunduran demokrasi yang konon dileu-elukan pasca reformasi.”
Karena, ketika seuatu daerah pada momen kontestasi politik memilih pemimpin hanya ada satu calon itu tandanya kaderisasi parpol di wilayah tersebut bisa jadi tidak berjalan.
“Kehadiran parpol itu sejatinya kan menempa calon-calon pemimpin yang akan memajukan wilayahnya, dan Pilkada itu merupakan ajang bagi kader partai unjuk gigi.”
“Momentum adu ide dan gagasan para kader partai untuk memajukan wilayahnya. Ide dan gagasannya disodorkan ke masyarakat untuk dipilih menjadi pemimpin.”
Jadi, ketika momentum Pilkada masyarakat itu memilih visi dan misi yang akan membawa mereka ke masa depan melalui kepemimpinan calon pemimpin yang dipilih di Pilkada nanti.
“Hemat, kalo di Jawa Barat dan di Kabupaten Bogor terjadi Pilkada melawan kotak kosong, lebih baik dinamis kan saja partai politik. Meski sangat sulit dilakukan lantaran adanya aturan.”***