
Publikbicara.com – Di balik hijaunya hamparan alam Jasinga, tersembunyi warisan nilai dan filosofi lokal yang begitu dalam maknanya.
Bicara, Pusaka Jasinga yang bukan sekadar tentang kekayaan budaya, tetapi juga tentang cara masyarakat memaknai alam sekitarnya.
Dua tumbuhan khas, Awi (bambu) dan Areuy (sejenis sulur, tumbuhan dulur), menjadi simbol penting dalam menggambarkan filosofi hidup masyarakat setempat yang berpijak pada keselarasan, persatuan, dan kekuatan.
Awi: Simbol Kehidupan dan Sumber Air
Dalam pandangan masyarakat Jasinga jaman dahulu, Awi bukan hanya tumbuhan biasa. Ia adalah penanda keberadaan mata air sumber kehidupan.

Secara ilmiah pun, bambu sering tumbuh di dekat sumber air seperti sungai kecil atau mata air pegunungan.
Dari sinilah muncul pandangan bahwa keberadaan Awi menandakan kehidupan, harapan, dan keberlanjutan.
Awi juga melahirkan simbol lain: Gunung Leutik atau bukit kecil, yang filosofinya diamil dari bentuk Iwung (rebung).
Rebung yang mulai besar disebut oyong atau olot, menggambarkan pertumbuhan, transisi, dan harapan masa depan.
Semua itu bersumber dari akar yang kuat, seperti masyarakat Jasinga tempo dulu yang teguh memegang nilai-nilai leluhur.
Areuy: Lambang Sauyunan dan Kehidupan Sosial
Berbeda dengan Awi yang tumbuh tegak, Areuy menjalar dan membelit. Ia sering digunakan sebagai tali oleh masyarakat tradisional seperti suku Baduy.

Areuy menggambarkan konsep sauyunan, kerja sama, gotong royong, saling mendukung, dan hidup dalam kesepakatan bersama.
Ia tidak berdiri sendiri, melainkan hidup dengan merangkul, menguatkan yang lain (Sipak, atau Sipat Pakuan). Sebuah filosofi yang sangat relevan dalam kehidupan bermasyarakat.
Ari dan Areuy, Gunung Alit dan Naga: Hirarki Peradaban dan Kedaulatan Rakyat
Filosofi Gunung Alit dan Naga membawa kita lebih dalam lagi ke dalam pemaknaan tentang kehidupan berbangsa.
Gunung kecil adalah awal dari perjalanan menuju puncak, sebuah simbol jenjang kehidupan.

Di sisi lain, Naga adalah simbol kekuasaan, keberuntungan, dan kekuatan positif.
Dalam kearifan lokal Jasinga, dikenal istilah Na’Gana – Na’Gara – Na’Raga.
Na’Gana, mewakili Naga—sebuah kekuatan spiritual atau simbol kemuliaan.
Na’Gara, berarti negara, struktur sosial dan sistem pemerintahan.
Na’Raga, merujuk pada rakyat sebagai jiwa dan raga nya suatu bangsa.
“Takan pernah ada suatu bangsa tanpa masyarakatnya. Takan pula ada suatu Negara, tanpa ada Rakyatnya.” Ra Dien Putra Pandu. Jasinga, (12/04/2025).
Filosofi ini menyiratkan bahwa kedaulatan sejati ada di tangan rakyat.

Rakyat yang hidup dalam guyub, rukun, dan sauyunan seperti Awi dan Areuy itulah fondasi negara yang kuat.
Warisan Nilai yang Menguatkan:
Pusaka Jasinga bukan hanya tentang benda atau tradisi, tetapi tentang cara pandang yang menjadikan alam sebagai guru kehidupan.
Dari bambu dan sulur, dari gunung hingga naga, masyarakat diajak untuk memahami bahwa kekuatan sejati berasal dari kesatuan, kerja sama, dan rasa memiliki yang kuat terhadap tanah dan sesama.
Filosofi ini adalah pesan luhur yang patut dijaga dan diwariskan, agar generasi mendatang tetap berpijak pada akar, dan tumbuh teguh seperti Awi, saling menguatkan seperti Areuy, serta menuju puncak kehidupan dengan semangat Naga.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow












