Publikbicara.com – Tak banyak warga Bogor, apalagi masyarakat Jasinga, yang mengetahui bahwa ada sebuah catatan sejarah berharga yang berasal dari wilayah mereka.
Catatan ini tercatat dalam Koleksi Coben Stuart No. 10 Peti 125 dan kini tersimpan di Perpustakaan Nasional, Jakarta.

Deskripsi Catatan Kuno Catatan berukuran 51 x 50 cm ini terdiri dari lima halaman serta satu halaman judul.
Uniknya, teks dalam catatan ini ditulis dalam huruf Latin dan Arab dengan bahasa Belanda serta Melayu/Sunda.
Meski telah mengalami perubahan warna menjadi kecoklatan dan kondisi yang mulai lapuk, catatan ini tetap menjadi sumber informasi yang berharga mengenai kehidupan masyarakat Jasinga pada masa lalu.

Isi dan Makna Catatan Catatan ini mencatat daftar nama-nama masyarakat Jasinga beserta berbagai keterangannya.
Selain itu, tercatat pula berbagai jabatan atau kedudukan seseorang dalam masyarakat pada masa itu, seperti:

Inden, Penghulu, Ketib, Maringu
Selain data mengenai masyarakat, catatan ini juga mengungkapkan nama berbagai jenis tanah, seperti tanah item, tanah merah, dan tanah langket.
Informasi ini menunjukkan bagaimana masyarakat Jasinga kala itu mengklasifikasikan tanah berdasarkan karakteristiknya.

Tak hanya itu, catatan ini juga memuat daftar berbagai jenis tumbuhan dan pohon, baik yang berasal dari hutan maupun yang tumbuh di sekitar perkampungan.
Termasuk di dalamnya adalah jenis-jenis pohon yang menghasilkan buah yang dapat dimakan serta pohon yang digunakan untuk membangun rumah.
Terdapat pula berbagai jenis padi yang ditanam oleh masyarakat Jasinga pada abad ke-19.

Catatan Tentang Satwa dan Ukuran Tradisional Menariknya, catatan ini juga memuat daftar berbagai jenis hewan yang hidup di wilayah Jasinga pada masa itu, seperti:
Tikus benar, Babi, Monyet, Nanjangan, Lembing, Kodok.
Selain itu, dalam catatan ini juga ditemukan berbagai satuan ukuran dan takaran yang digunakan pada masa itu, seperti pal, hau, tumbakan, gantang, pikul, dacin, dan kati.

Ditandatangani Seorang Demang Jasinga Catatan ini tertanggal 18 Agustus 1858 dan ditandatangani oleh seorang Demang Jasinga, yang kemungkinan adalah pemimpin lokal pada masa kolonial Belanda.
Keberadaan dokumen ini menjadi bukti bahwa masyarakat Jasinga telah memiliki sistem administrasi dan sosial yang terstruktur jauh sebelum era modern.
Jejak Sejarah yang Perlu Diungkap Catatan kuno ini bukan sekadar dokumen biasa, tetapi merupakan bukti sejarah yang menunjukkan bagaimana masyarakat Jasinga hidup, bekerja, dan berinteraksi pada abad ke-19.
Dengan tersimpannya dokumen ini di Museum Nasional, masyarakat Jasinga dan sekitarnya memiliki kesempatan untuk menelusuri sejarah mereka lebih dalam.

Diharapkan, dengan semakin banyaknya kajian terhadap dokumen ini, akan muncul wawasan baru mengenai sejarah dan budaya Jasinga, serta bagaimana masyarakatnya berkembang dari masa ke masa.
Sejarah yang tersimpan ini perlu lebih dikenal oleh generasi saat ini agar tidak hilang ditelan zaman.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













