Beranda Hukum Rentetan Kasus Bunuh Diri Pelajar Sepanjang Oktober 2025, Pakar: Cermin Kegagalan Kolektif

Rentetan Kasus Bunuh Diri Pelajar Sepanjang Oktober 2025, Pakar: Cermin Kegagalan Kolektif

Publikbicara.com – Peringatan! Artikel ini memuat informasi terkait bunuh diri. Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal memiliki kecenderungan bunuh diri, segera hubungi tenaga profesional di puskesmas/RS terdekat atau layanan darurat setempat.

Kasus bunuh diri di kalangan pelajar kembali mencuat sepanjang Oktober 2025. Sedikitnya empat pelajar di Jawa Barat dan Sumatera Barat dilaporkan mengakhiri hidup, sebagian masih duduk di bangku SD dan SMP. Mirisnya, salah satu kasus terjadi saat kegiatan belajar masih berlangsung.

Di Sawahlunto, Sumatera Barat, seorang siswa kelas VIII ditemukan tewas di ruang kelas pada Selasa (28/10). Korban sebelumnya meminta izin keluar saat pelajaran dilakukan di luar kelas, sebelum akhirnya ditemukan oleh tiga teman sekelasnya.

Kasus serupa terjadi pada 6 Oktober. Seorang siswa kelas IX SMP ditemukan tewas di ruang OSIS sekolah asrama dengan lilitan tali pramuka. Saksi menyebut korban sempat menangis sambil memandangi ponselnya sebelum kejadian.

Di Jawa Barat, dua kasus terjadi di Cianjur dan Sukabumi. Di Cianjur, seorang siswa kelas V SD ditemukan meninggal di rumahnya, Rabu (22/10).

Sementara di Sukabumi, siswi kelas VIII madrasah tsanawiyah ditemukan tewas pada Selasa (28/10) malam. Polisi menyelidiki dugaan perundungan sebagai salah satu faktor.

Ketua Yayasan Lentera Anak, Lisda Sundari, menilai rentetan kejadian ini mencerminkan kegagalan kolektif dalam melindungi kesehatan mental remaja.

“Ini adalah refleksi kegagalan kolektif. Negara perlu hadir lintas sektor—pendidikan, kesehatan, perlindungan anak, hingga digital,” ungkap Lisda kepada Tirto, Selasa (4/11).

Lisda menjelaskan bahwa remaja berada dalam masa transisi kompleks, dengan perkembangan biologis dan psikologis yang belum sempurna.

Bagian otak yang mengatur kontrol diri baru matang sekitar usia 21 tahun, sehingga remaja lebih rentan terhadap tekanan sosial dan emosional.

READ  Smartphone Bukan Mainan, Ini Cara Memotret Malam Seperti Pro!

“Emosi di masa remaja berkembang lebih cepat dibanding kemampuan berpikir rasional. Di tengah pencarian jati diri, stres dan tekanan lingkungan bisa makin memicu tindakan impulsif,” jelasnya.

Rentetan peristiwa ini menjadi pengingat bahwa lingkungan sosial yang aman bagi anak—baik di rumah maupun sekolah—masih jauh dari ideal.

✅ Jika Anda atau orang terdekat mengalami tekanan emosional, segera cari bantuan profesional di fasilitas kesehatan terdekat.***

Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow

Artikulli paraprakPesawat A-400M Resmi Perkuat Skadron Udara 31, Simbol Modernisasi Kekuatan TNI
Artikulli tjetërProduksi Beras Nasional 2025 Tembus 34,77 Juta Ton, Naik 13,54%