Publikbicara.com – Kesepakatan dagang antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Indonesia Prabowo Subianto membawa angin segar bagi konsumen dan pelaku industri Tanah Air.
Tarif impor produk Amerika ke Indonesia resmi diturunkan menjadi 0 persen, sementara produk ekspor Indonesia ke pasar AS kini dikenakan tarif hanya 19 persen, jauh lebih rendah dibandingkan negara pesaing lainnya.
Langkah ini disambut optimis oleh para ekonom, termasuk anggota Dewan Ekonomi Nasional, Dr. Fithra Faisal, PhD, yang menilai kebijakan ini akan membawa dampak langsung dan signifikan bagi masyarakat Indonesia, baik dari sisi konsumsi maupun produksi.
“Ini bukan sekadar soal dagang, ini soal daya beli dan daya saing,” ujar Fithra dalam keterangan tertulis, Kamis (18/7/2025).
Apa Artinya Bagi Konsumen Indonesia?
Penurunan tarif 0% atas produk dari AS membuat barang-barang konsumsi berbahan baku impor menjadi lebih terjangkau. Beberapa dampak langsungnya antara lain:
Harga tahu dan tempe turun karena bahan bakunya, yaitu kedelai dari AS, kini lebih murah.
Produk gandum seperti Indomie dan roti juga mengalami penurunan harga.
Elektronik dari AS seperti iPhone dan MacBook berpotensi turun harga karena biaya impor ditekan.
“Ini berarti lebih banyak pilihan dan harga yang lebih kompetitif untuk rakyat,” kata Fithra.
Apa Artinya Bagi Pekerja dan Produsen Indonesia?
Tarif ekspor 19% untuk produk Indonesia ke AS menjadikan produk-produk dalam negeri lebih kompetitif di pasar global, terutama jika dibandingkan dengan produk serupa dari negara pesaing yang tarifnya lebih tinggi.
Beberapa sektor yang diprediksi mendapat lonjakan permintaan antara lain:
Pakaian: diperkirakan naik 49%
Kerajinan kulit: naik hingga 28%
Sepatu, furnitur, hingga produk perikanan olahan juga diprediksi ikut terdongkrak.
“Selama belum ada substitusi produk dan tarif kita lebih rendah, maka produk Indonesia punya keunggulan besar,” jelas Fithra.
Efek Domino: Inflasi AS Jadi Peluang Indonesia
Kebijakan perang dagang AS sebelumnya menyebabkan tariff-induced inflation, mendorong harga barang naik dan permintaan melemah.
Namun, karena Indonesia kini punya tarif terendah di antara para pesaing, maka saat konsumen AS mencari alternatif lebih murah, Indonesia menjadi pilihan utama.
“Selama produk kita tetap unggul dan belum tergantikan, ini peluang besar. Bisa mendorong pertumbuhan industri padat karya dan mengurangi pengangguran,” tambah Fithra.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













