Publikbicara.com – Dalam sejarah perjalanan bangsa mana pun, konflik adalah sesuatu yang tak bisa dihindari. Baik itu konflik politik, sosial, ekonomi, maupun budaya, dan semuanya pernah menggoreskan luka yang dalam.
Di tengah riuhnya perbedaan dan luka lama yang belum sembuh sepenuhnya, muncul kebutuhan mendesak untuk membangun kembali kepercayaan.
Inilah saatnya kita menoleh pada satu konsep yang semakin relevan: rekonsiliasi melalui koherensi sosial.
Apa Itu Koherensi Sosial? Koherensi sosial merujuk pada derajat keterhubungan, solidaritas, dan rasa kebersamaan antarindividu maupun kelompok dalam masyarakat.
Masyarakat yang memiliki koherensi sosial tinggi cenderung memiliki kepercayaan satu sama lain, toleransi terhadap perbedaan, serta komitmen bersama untuk menjaga keutuhan dan kedamaian sosial.
Dengan kata lain, koherensi sosial adalah jembatan yang menyatukan keberagaman menuju kesatuan.
Dan dalam konteks rekonsiliasi, jembatan inilah yang menjadi jalan damai, bukan sekadar untuk melupakan masa lalu, tetapi untuk menyembuhkan dan membangun masa depan bersama.
Mengapa Rekonsiliasi Membutuhkan Koherensi Sosial?
Rekonsiliasi tanpa upaya membangun koherensi sosial ibarat menanam pohon tanpa akar. Permintaan maaf, kompensasi, atau dialog politik mungkin bisa menjadi awal.
Namun tidak akan pernah cukup tanpa adanya keterlibatan masyarakat luas dalam proses sosial yang menyatukan kembali rasa kepercayaan dan kepemilikan bersama.
Koherensi sosial berfungsi sebagai tanah subur tempat rekonsiliasi tumbuh.
Dalam ruang-ruang sosial yang terbuka, inklusif, dan adil, individu dan kelompok yang sebelumnya terpecah bisa kembali menemukan titik temu.
Mereka tak lagi melihat lawan, melainkan sesama warga yang memiliki harapan dan luka yang sama.
Tantangan Koherensi di Masyarakat yang Terkoyak
Sayangnya, banyak masyarakat yang masih terjebak dalam polarisasi akut.
Media sosial mempercepat penyebaran narasi kebencian, elit politik sering mengeksploitasi identitas untuk keuntungan jangka pendek, dan masyarakat akar rumput menjadi korban dari sistem yang memecah.
Di sinilah kita butuh intervensi sosial yang terencana dan kolaboratif.
Pendidikan multikultural, ruang dialog antaragama, kampanye anti-hoaks, hingga revitalisasi budaya yang menyatukan bisa menjadi alat membangun kembali benang-benang sosial yang tercerai-berai.
Penutup: Saatnya Menjahit Ulang Anyaman Sosial Kita
Bangsa Indonesia dibangun di atas keanekaragaman yang luar biasa.
Namun keanekaragaman ini hanya akan menjadi kekuatan jika diikat dengan koherensi sosial yang kokoh.
Di sinilah rekonsiliasi menemukan jalannya, bukan sekadar menyelesaikan konflik, tapi menjahit ulang anyaman sosial yang tercerai.
Koherensi sosial bukan utopia. Ia bisa dibangun, dari percakapan sederhana, dari kerja sama kecil, dari pengakuan luka dan keinginan untuk menyembuhkannya bersama.
Karena pada akhirnya, bangsa yang besar bukan yang tanpa konflik, melainkan yang mampu berdamai dengan dirinya sendiri.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













