LiterasiRakyat.com, Jakarta — Dalam perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Bhayangkara yang digelar Selasa, 1 Juli 2025 di Monumen Nasional (Monas), Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mencuri perhatian publik dengan memperkenalkan rekan baru mereka: 25 unit robot polisi dari berbagai jenis.
Robot-robot canggih tersebut terdiri dari 10 robot humanoid, 10 robot anjing (K9), 2 robot tank, 2 robot topi, dan 1 robot drone agriculture. Langkah ini, menurut Polri, merupakan bagian dari modernisasi institusi dalam menghadapi tantangan zaman.
“Kehadiran robot berbagai jenis itu menggambarkan modernisasi Polri, termasuk robot humanoid dan robodog,” kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol. Sandi Nugroho, dalam keterangannya di Jakarta pada Senin (30/6), seperti dikutip dari Antara News.
Sandi menambahkan, Indonesia tidak ingin tertinggal dari negara-negara lain yang telah lebih dulu memanfaatkan kecanggihan teknologi dalam sistem kepolisiannya.
“Thailand sudah memperkenalkan robot humanoid-nya. Dubai sudah declare pemanfaatan robot untuk tugas kepolisian. China pun sudah melakukan uji coba robot patroli, dan Singapura bahkan mengembangkan cyborg kecoa untuk misi SAR (search and rescue),” ungkap Sandi.
Tak hanya sekadar pamer teknologi, Polri juga telah menyiapkan anggaran untuk membeli lebih banyak robot pada tahun 2026.
“Sudah masuk anggaran untuk pengadaan robodog. Kegunaannya sama seperti anjing pelacak K9, untuk deteksi bahan berbahaya. Tapi ini lebih efisien, tidak perlu diberi makan, tak perlu pelatihan pawang, dan tahan cuaca ekstrem,” jelas Sandi.
Namun, alih-alih menuai pujian, kehadiran robot-robot ini justru memicu perdebatan sengit di media sosial. Banyak netizen mempertanyakan urgensi dan efektivitas alokasi dana yang digunakan untuk membeli robot-robot tersebut.
Akun X (dulu Twitter) @IndoPopBase mencantumkan prediksi harga dua jenis robot itu: robot humanoid seharga USD 16.000 (sekitar Rp 258 juta) dan robot K9 seharga USD 2.800 (sekitar Rp 45 juta).
Dengan pengadaan 10 unit humanoid dan 10 unit robodog, total biaya yang dihabiskan Polri mencapai sekitar Rp 3,03 miliar. Nilai yang fantastis — namun justru memancing kritik.
“Wait, what? Sebaiknya anggaran sebanyak itu buat program yang jauh lebih manfaat sih. Contoh: pecahin kasus yang masih mandek, atau program diet anggota yang sudah mulai membulat,” sindir akun @kup***.
“Menghabiskan dana biar dibilang modern, padahal banyak permasalahan yang lebih penting. Giliran urusan tak penting langsung gercep,” kritik akun @fpl***.
“Urgensinya gak ada. Masih bisa kok ditangani SDM polisi sendiri — asal mau dan niat,” timpal netizen lain.
“Alokasi dana buat hal-hal gak penting. PoliceTube kemarin, sekarang robot. Mending benahi pelayanan dan sikap polisi ke masyarakat. Jangan korban malah dilempar-lempar,” ujar @ni*** geram.
Meski Polri menekankan langkah ini sebagai bagian dari lompatan teknologi, masih banyak pertanyaan yang menggantung.
Apakah kehadiran robot benar-benar akan meningkatkan pelayanan publik dan penegakan hukum? Atau hanya sekadar simbol modernitas yang belum menyentuh akar masalah?
Satu hal yang pasti, langkah Polri ini telah mengundang sorotan dan diskusi hangat tidak hanya di kalangan pengamat kebijakan, tapi juga rakyat biasa yang menanti polisi yang lebih humanis dan responsif, bukan sekadar robotik.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













