Publikbicara.com– Konflik bersenjata antara Israel dan Iran yang telah berlangsung selama hampir dua pekan bukan hanya memicu ketegangan geopolitik, tetapi juga mengirim gelombang kejutan ke jantung ekonomi global.
Serangan rudal Israel terhadap infrastruktur vital Iran pada 13 Juni lalu memantik respons keras dari Teheran—mengguncang pasar energi dan memperparah kekhawatiran dunia akan krisis ekonomi baru.
Pertempuran ini tidak murah. Menurut laporan dari Anadolu, Israel menggelontorkan dana hingga USD 200 juta per hari atau setara dengan Rp 3,2 triliun, untuk mendanai perang yang kian menguras anggaran.
Jika konflik terus berlanjut hingga sebulan, total beban keuangan yang harus ditanggung diperkirakan mencapai USD 12 miliar.
Beban terbesar datang dari sektor militer. Sistem pertahanan udara seperti David’s Sling dan Arrow 3, yang digunakan untuk mencegat serangan rudal Iran, masing-masing menelan biaya hingga USD 700 ribu hingga USD 4 juta per unit rudal pencegat.
Sementara itu, jet tempur F-35 yang dikirim Israel untuk menyerang sasaran sejauh 1.000 mil membutuhkan biaya operasional USD 10 ribu per jam per pesawat, belum termasuk harga amunisi seperti JDAM dan MK84.
Tak hanya militer, kerusakan infrastruktur dalam negeri Israel akibat serangan balasan dari Iran juga menambah luka finansial.
Diperkirakan biaya rekonstruksi akibat serangan rudal yang menghantam wilayah-wilayah strategis Israel telah mencapai lebih dari USD 400 juta.
Namun, dampak paling luas terasa pada sektor energi global. Serangan terhadap kilang minyak Iran telah memicu kekhawatiran gangguan pasokan minyak dunia.
Ketegangan meningkat ketika muncul spekulasi tentang kemungkinan penutupan Selat Hormuz, jalur laut sempit yang vital bagi pengiriman minyak dan gas alam cair (LNG) dari Timur Tengah ke pasar internasional.
Jika skenario itu terjadi, para analis memperkirakan harga minyak Brent bisa melonjak ke angka USD 110 hingga USD 130 per barel.
Penutupan Selat Hormuz bukan hanya akan mengacaukan harga energi, tetapi juga bisa memangkas pertumbuhan ekonomi global hingga 0,8 persen, akibat inflasi, gangguan pasok, dan eskalasi konflik regional yang sulit diprediksi.
Ketegangan Israel-Iran kini tak lagi sekadar isu militer atau diplomatik.
Dunia menatap dengan waspada karena setiap ledakan di Timur Tengah bisa berarti gelombang inflasi baru, gangguan logistik, dan krisis energi global yang menghantui pemulihan ekonomi pasca-pandemi.
Jika jalan damai tak segera ditemukan, bukan tidak mungkin dunia akan kembali menghadapi bayang-bayang resesi akibat perang yang jaraknya ribuan mil, namun dampaknya terasa hingga ke pom bensin dan meja makan setiap rumah tangga.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













