Beranda News Menunggu Rumah di Tengah Gerimis: Cerita dari Lereng Malasari yang Retak

Menunggu Rumah di Tengah Gerimis: Cerita dari Lereng Malasari yang Retak

Publikbicara.com – Hujan kembali turun siang itu. Deras, mengguyur atap seng dan jalan tanah yang mengular di antara ladang dan hutan pinus.

Di balik dinding rumah kayu yang mulai lapuk, seorang ibu menutup celah angin dengan kain basah, agar anaknya yang tertidur tak menggigil. Di luar, tanah di tepi jurang kembali retak.

Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, telah hidup dalam ketegangan sejak 2020. Bukan karena perang atau wabah, tapi karena janji yang tak kunjung jadi nyata janji relokasi.

READ  Trump Murka Dituduh Bantu Iran, AS Justru Jatuhkan Bom ke Fasilitas Nuklir

Sebanyak 145 kepala keluarga dari empat kampung rawan longsor Hanjawar, Babakan Kemang, Babakan Jengkol, dan Nyungcung masih menunggu kepastian untuk dipindahkan dari tanah yang sewaktu-waktu bisa runtuh di bawah kaki mereka.

“Kami sudah ajukan ke DPKPP sejak 2020. Tapi sampai sekarang, belum juga ada kejelasan,” ujar Mohamad Isak Rosidi, Ketua Pokmas Desa Malasari, yang akrab dipanggil Ambon, saat ditemui Jumat (27/6) kemarin.

Ambon, seperti warga lainnya, mulai lelah. Bukan hanya karena harus mengingat-ingat surat permohonan yang dikirim lima tahun lalu, tapi juga karena harus menenangkan tetangga setiap kali langit mulai kelabu.

READ  Dorong Perda Adat, DPRD Bogor Suarakan Perlindungan Kasepuhan: Jangan Sampai Mereka Hilang di Negeri Sendiri

Dari ratusan keluarga itu, rencana semula akan memindahkan 95 KK ke Huntap Cepak Awi dan 50 KK ke kawasan Ciwalen.

Tapi rencana tinggal rencana. Tak ada alat berat, tak ada fondasi, bahkan plang proyek pun tak terlihat.

Sebelumnya, memang sempat ada secercah harapan. Pada 2022 hingga 2023, Pemkab Bogor berhasil menyelesaikan 85 unit hunian relokasi 39 unit di Kampung Kopo dan 46 unit di Cepak Awi.

READ  Kabogorfest 2025 Sukses Besar: Gerakkan Ekonomi Rakyat Diharapkan Digelar Tiap Tahun

Tapi itu baru sebagian kecil. Sisanya masih tinggal di rumah-rumah yang berdiri di atas tanah rapuh.

“Apalagi kalau hujan turun. Orang-orang di dusun kami tidur sambil was-was,” tutur Ukar, Kepala Dusun 02 Malasari, dengan suara pelan.

Hidup di zona merah longsor bukan soal bertahan tapi soal menunggu. Menunggu tanah tidak runtuh malam ini.

READ  Kabogorfest 2025 Sukses Besar: Gerakkan Ekonomi Rakyat Diharapkan Digelar Tiap Tahun

Menunggu kabar dari kantor kabupaten. Menunggu rumah yang dijanjikan.

Di lereng Malasari yang hijau dan sejuk itu, ratusan keluarga menanti tanpa kepastian. Sementara tanah terus merekah perlahan, diam-diam, seperti ingatan yang tak diberi tempat untuk pulih. Dan hujan masih turun.***

Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow

Artikulli paraprakTrump Murka Dituduh Bantu Iran, AS Justru Jatuhkan Bom ke Fasilitas Nuklir
Artikulli tjetërBupati Bogor Beri Apresiasi: Dua Atlet Disabilitas Kabupaten Bogor Dapat Hadiah Umroh di Bhayangkara Dash Run 2025