Beranda News Kursi Kosong Diplomasi RI Jadi Sorotan: Dubes di AS, Jerman, hingga PBB...

Kursi Kosong Diplomasi RI Jadi Sorotan: Dubes di AS, Jerman, hingga PBB Belum Terisi

Publikbicara.com – Kekosongan posisi Duta Besar Republik Indonesia (RI) di sejumlah negara strategis dan lembaga internasional menjadi perhatian serius kalangan diplomatik.

Mantan Wakil Menteri Luar Negeri dan eks Duta Besar RI untuk Amerika Serikat, Dino Patti Djalal, menyuarakan keprihatinannya lewat unggahan di akun X (dulu Twitter), menilai keterlambatan pengisian ini berpotensi melemahkan posisi Indonesia dalam percaturan global.

Dalam unggahannya, Dino menyoroti kosongnya posisi Dubes RI di negara-negara kunci seperti Amerika Serikat, Jerman, serta di dua perwakilan tetap Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yakni di New York dan Jenewa.

Menurutnya, di tengah situasi global yang semakin dipenuhi tensi geopolitik dan ancaman krisis, kehadiran duta besar sebagai representasi tertinggi negara menjadi sangat vital.

READ  Garuda Indonesia Dapat Suntikan Modal Hingga US$1 Miliar dari Danantara: Upaya Transformasi Menuju Maskapai Kelas Dunia

“Tanpa duta besar di garis depan, Indonesia seperti berperang tanpa jenderal,” tegas Dino.

Krisis Representasi di AS dan Eropa

Posisi Dubes RI untuk AS sudah nyaris dua tahun kosong sejak Rosan Roeslani menyelesaikan masa jabatannya pada 17 Juli 2023. Rosan kini menjabat sebagai Menteri Investasi dan Hilirisasi sekaligus Kepala Badan Pelaksana BPI Danantara dalam Kabinet Prabowo-Gibran.

Kekosongan ini sempat menjadi sorotan tajam, terutama saat Presiden AS saat itu, Donald Trump, memberlakukan kebijakan tarif resiprokal terhadap Indonesia pada April 2025. Tanpa dubes, diplomasi Indonesia di Washington DC kini hanya diwakili oleh Ida Bagus Made Bimantara sebagai kuasa usaha ad interim (chargé d’affaires).

READ  Presiden Prabowo Minta Tambah Fakultas Kedokteran dan Akademi Perawatan: “Jangan Terbelit Prosedur Kuno”

Situasi serupa juga terjadi di Berlin. Jabatan Dubes RI untuk Jerman tidak lagi terisi sejak Oktober 2024, setelah Arif Havas Oegroseno ditarik ke Jakarta untuk menjabat Wakil Menteri Luar Negeri dalam kabinet baru.

Dua Perwakilan Tetap di PBB Juga Kosong

Krisis pengisian kursi diplomatik juga merambah ranah multilateral. Wakil Tetap RI untuk PBB di New York, yang sebelumnya diemban Arrmanatha Nasir, kini kosong setelah ia dilantik sebagai Wakil Menteri Luar Negeri.

Kekosongan juga terjadi di Jenewa, di mana posisi Duta Besar sekaligus Wakil Tetap RI untuk PBB, WTO, dan organisasi internasional lainnya belum diisi sejak ditinggal Febrian A. Ruddyard. Ia kini menjabat sebagai Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas).

READ  Presiden Prabowo Minta Tambah Fakultas Kedokteran dan Akademi Perawatan: “Jangan Terbelit Prosedur Kuno”

Bukan Hanya Negara Besar

Tak hanya AS dan Jerman, Indonesia juga belum mengisi kursi dubes untuk beberapa negara lainnya seperti Azerbaijan, Korea Utara, Libya, Afghanistan, dan Meksiko.

Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai konsistensi dan prioritas diplomasi luar negeri Indonesia.

Pengamat menyebut, lambatnya penunjukan dubes mengganggu kontinuitas diplomasi dan berisiko menurunkan daya tawar Indonesia dalam relasi bilateral maupun multilateral.

Dalam diplomasi modern, kecepatan dan kehadiran langsung kerap menjadi kunci keberhasilan menjalin hubungan strategis.

Dino Patti Djalal pun mengingatkan, “Diplomasi bukan sekadar seremoni. Ia butuh komando, arah, dan kehadiran nyata di garis depan.”

READ  Peringatan Serius: Jerawat di Area Ini Jangan Sembarangan Dipencet, Bisa Berujung Meningitis!

Kini, publik dan komunitas diplomatik menanti langkah tegas pemerintah untuk segera mengisi kekosongan-kekosongan ini demi menjaga posisi strategis Indonesia di panggung internasional.***

Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow

Artikulli paraprakGaruda Indonesia Dapat Suntikan Modal Hingga US$1 Miliar dari Danantara: Upaya Transformasi Menuju Maskapai Kelas Dunia
Artikulli tjetërKekosongan Posisi Dubes RI Dinilai Hambat Diplomasi: “Negara Bisa Jalan Autopilot”