Publikbicara.com — Upaya pemulihan dan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau menjadi perhatian serius Presiden Prabowo Subianto, seiring dengan komitmen pemerintah dalam memperbaiki tata kelola kawasan hutan yang selama ini dirusak oleh aktivitas ilegal.
Dilansir dari laman resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemerintah tengah berupaya memulihkan 3,7 juta hektare kawasan hutan yang dikelola tidak sesuai fungsinya.
Salah satu fokus utama adalah kawasan TNTN seluas 81.739 hektare, yang kini mengalami degradasi parah: sekitar 40 ribu hektare telah dibuka dan ditanami sawit secara ilegal.
Penanganan Tesso Nilo kini melibatkan Satgas Garuda, satuan tugas khusus yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.
Satgas ini berada di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan KLHK, bekerja sama dengan aparat keamanan dan kementerian terkait.
Menurut Dwi Januanto Nugroho, Dirjen Gakkum KLHK, Satgas Garuda telah menempatkan 380 personel di 13 titik strategis dalam kawasan TNTN.
Mereka membangun pos penjagaan, memasang portal pengamanan, dan memulai proses pengosongan wilayah secara persuasif dan tanpa kekerasan.
“Tesso Nilo adalah target strategis Presiden dalam pemulihan kawasan hutan. Hasil awal program ini akan diumumkan pada 17 Agustus 2025,” ujar Dwi dalam keterangan resminya, Kamis (19/6/2025).
Dari data Satgas, sekitar 15 ribu jiwa tinggal di dalam kawasan Tesso Nilo, namun hanya 10 persen yang merupakan penduduk asli.
Selebihnya adalah pendatang, yang sebagian besar terlibat dalam pembukaan lahan ilegal. Dalam proses penertiban, 1.805 sertifikat hak milik saat ini sedang diverifikasi oleh Kementerian ATR/BPN.
Satgas Garuda mencatat bahwa kawasan ini bukan hanya krusial untuk konservasi hutan, tetapi juga merupakan habitat penting gajah Sumatera.
Populasi gajah terus mengalami penurunan tajam selama dua dekade terakhir akibat maraknya alih fungsi lahan.
“Gajah adalah salah satu satwa paling terdampak. Ini soal kelangsungan hidup spesies yang seharusnya kita lindungi bersama,” kata Dwi.
Upaya pemulihan TNTN juga diwarnai dengan penindakan hukum terhadap mafia tanah. Polda Riau telah menetapkan JS, seorang yang mengklaim diri sebagai “Batin Adat”, sebagai tersangka atas dugaan pemalsuan lebih dari 200 surat hibah.
Surat-surat palsu tersebut dijual dengan harga Rp5 juta hingga Rp10 juta per lembar, melibatkan lahan hingga ratusan hektare.
JS diduga menjual tanah secara ilegal kepada beberapa pihak, termasuk tersangka DY, yang saat ini sudah dalam proses pelimpahan ke kejaksaan.
“Kami amankan cap adat, surat pengukuhan, dan peta wilayah sebagai barang bukti penyidikan,” kata Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan, Senin (23/6/2025).
Meski tindakan hukum dilakukan, pemerintah menekankan pendekatan humanis dalam proses penertiban.
“Target kami adalah menciptakan kondisi de facto bahwa negara hadir dalam penertiban kawasan hutan. Proses hukum berjalan dua tahun ke depan, dan restorasi dilakukan dengan cara yang mengedepankan keadilan sosial,” ujar Dwi.
Pemulihan ekosistem Tesso Nilo diharapkan bukan hanya mengembalikan fungsi ekologis hutan, tetapi juga memperbaiki relasi antara manusia dan alam dalam kerangka hukum dan kemanusiaan.
Tesso Nilo kini menjadi simbol tekad pemerintah dalam menghadirkan keadilan ekologis. Dengan dukungan politik dari pucuk kekuasaan, operasi penertiban dan pemulihan ini menjadi ujian nyata: bisakah negara memenangkan kembali hutannya?
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













