Publikbicara.com– Aroma kesenangan semu yang dibungkus rapi dengan embel-embel “family gathering” akhirnya terbongkar di balik tirai malam Megamendung.
Sebuah villa yang tampak biasa di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, menjadi saksi bisu praktik pesta seks sesama jenis yang kini menjadi perhatian publik.
Di balik tawa dan dentuman musik, tersimpan skenario kelam yang dirancang panitia untuk menutupi aktivitas yang menyimpang dari norma sosial dan hukum.
Penggerebekan dilakukan aparat Kepolisian Resor Bogor pada Minggu dini hari, 22 Juni 2025, sekitar pukul 00.30 WIB, setelah warga melaporkan adanya aktivitas mencurigakan.

“Laporan dari masyarakat adanya sex party sesama jenis di wilayah Megamendung Puncak,” ungkap Kapolsek Megamendung, AKP Yulita Heriyanti, Senin (23/6).
Tak tanggung-tanggung, 74 pria dan satu wanita diamankan, lengkap dengan barang bukti berupa sex toys yang ditemukan di lokasi. Sebuah pemandangan getir dari apa yang disebut panitia sebagai “acara kekeluargaan”.
Kasat Reskrim Polres Bogor, AKP Teguh Kumara, menjelaskan bahwa modus operandi yang digunakan panitia adalah dengan menyebarkan undangan melalui media sosial.
Undangan tersebut dikemas seolah-olah merupakan ajang silaturahmi keluarga. “Panitia menyebarkan undangan dengan tema Family Gathering yang diisi dengan penampilan pentas, lomba menyanyi, dan lomba menari,” ungkapnya kepada wartawan, Selasa (24/6).
Namun di balik layar, yang terjadi jauh dari kesan kekeluargaan. Para peserta yang tertarik mengikuti acara tersebut dikenakan biaya sebesar Rp200 ribu per orang.
“Mereka mendaftar dan dipungut biaya sebesar Rp200 ribu per orang,” lanjut Teguh.
Pihak kepolisian saat ini masih mendalami apakah 75 orang yang diamankan merupakan bagian dari suatu komunitas tertentu atau hanya berkumpul karena terpanggil oleh undangan viral tersebut.
“Sedang didalami, yang jelas mereka berkumpul karena mengetahui adanya undangan yang disebarkan melalui media sosial,” kata Teguh.
Kasus ini menjadi tamparan keras terhadap fenomena penyamaran digital—bagaimana media sosial menjadi ruang manipulasi sekaligus transaksi.
Pesta bertopeng ‘keluarga’ ini membuka mata bahwa di balik kata yang manis bisa terselip niat yang getir.
Pihak kepolisian terus mendalami motif, jaringan, serta kemungkinan adanya pelanggaran hukum lainnya.
Kini, villa itu tak lagi hanya menyimpan suara musik dan sorak tawa semu, melainkan gema pertanyaan yang lebih besar.
Di mana batas antara privasi dan pelanggaran? Dan siapa yang menjaga jika batas itu semakin kabur oleh kepentingan sesaat?***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













