Beranda News Konflik Timur Tengah Picu Krisis Global: Sri Mulyani Waspadai Dampaknya ke Ekonomi...

Konflik Timur Tengah Picu Krisis Global: Sri Mulyani Waspadai Dampaknya ke Ekonomi Indonesia

Publikbicara.com – Ketegangan geopolitik yang memuncak di Timur Tengah kembali mengguncang perekonomian global. Penutupan Selat Hormuz akibat konflik bersenjata antara Iran dan koalisi Israel-Amerika Serikat bukan hanya memicu lonjakan harga minyak dunia, tetapi juga menciptakan efek domino yang mulai dirasakan negara-negara jauh dari episentrum konflik, termasuk Indonesia.

Dalam konferensi pers APBN Kita edisi Mei 2025, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kekhawatiran mendalam pemerintah terhadap dampak yang ditimbulkan, mulai dari ancaman lonjakan subsidi energi, tekanan nilai tukar rupiah, hingga tertahannya penurunan suku bunga acuan.

“Disrupsi dari sisi suplai menjadi sangat nyata, dan ini menyebabkan harga melonjak sangat tinggi. Ini akan menyebabkan bank sentral harus memperhitungkan kembali arah dan kecepatan kebijakan suku bunganya,” ujar Sri Mulyani, Selasa (17/6/2025).

READ  Bayang-Bayang Suksesi: Khamenei Siapkan Tiga Kandidat Pengganti di Tengah Ancaman Serangan AS-Israel

Lonjakan Harga Minyak, Subsidi Terancam Membengkak

Selat Hormuz merupakan jalur vital bagi 20 persen ekspor minyak mentah dunia. Ketika jalur ini terganggu, efeknya langsung terasa di pasar global.

Pada hari pertama pecahnya perang, 15 Juni lalu, harga minyak mentah Brent melesat hingga 8 persen ke kisaran 78 dolar AS per barel  tertinggi sepanjang tahun ini.

“Untuk Brent, bahkan sempat mencapai 78 dolar AS per barel, naik hampir 9 persen,” terang Sri Mulyani.

READ  Bayang-Bayang Suksesi: Khamenei Siapkan Tiga Kandidat Pengganti di Tengah Ancaman Serangan AS-Israel

Meski harga Indonesia Crude Oil Price (ICP) masih berada di bawah asumsi APBN 2025, yaitu sekitar 62,75 dolar AS per barel, ekskalasi konflik menjadi sinyal kuat bahwa pembengkakan subsidi energi tinggal menunggu waktu.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu memperingatkan bahwa lonjakan harga ini tidak hanya berdampak pada ICP, tetapi juga pada nilai tukar rupiah dua faktor penentu utama dalam beban subsidi energi.

Suku Bunga Turun Tertahan, Ekonomi Bisa Terhambat

Konflik juga menempatkan bank-bank sentral dunia, termasuk Bank Indonesia, dalam dilema. Di tengah harapan penurunan suku bunga tahun ini, inflasi akibat krisis energi bisa memaksa kebijakan moneter tetap ketat lebih lama.

READ  Putin Kecam Ancaman Pembunuhan Khamenei dan Serangan ke Iran: "Ini Bisa Picu Kehancuran Nuklir"

“Seharusnya 2025 ini suku bunga mulai turun, tapi inflasi masih tinggi akibat harga komoditas melonjak karena perang,” kata Sri Mulyani. “Dilema ini akan dihadapi banyak negara.”

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengonfirmasi bahwa arah kebijakan BI kini sangat tergantung pada perkembangan geopolitik dan stabilitas nilai tukar.

 “Timing penurunan suku bunga ke depan akan sangat kami pertimbangkan dengan melihat kondisi global dan stabilitas rupiah,” ujarnya dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur, Rabu (18/6/2025).

READ  Korea Utara Ancam Turun Tangan: Rudal Hipersonik dan Perang Global Menghantui Konflik Iran-Israel-AS

Pendapatan Negara dari Komoditas Menyusut

Dampak lainnya terlihat dari sisi penerimaan negara. Fluktuasi harga komoditas yang dipicu oleh ketegangan global telah memangkas kontribusi pajak dari sektor energi.

Pajak batu bara, misalnya, yang sempat menyumbang hingga 5 persen terhadap penerimaan negara saat booming 2022-2023, kini hanya menyisakan 1 persen.

“Turunnya harga komoditas berdampak hampir 10–13 persen dari total penerimaan negara. Ini harus dijaga,” ungkap Sri Mulyani.

READ  Korea Utara Ancam Turun Tangan: Rudal Hipersonik dan Perang Global Menghantui Konflik Iran-Israel-AS

Kontribusi minyak pun tak lepas dari fluktuasi. Sektor ini masih menyumbang 8–9 persen terhadap struktur fiskal, menjadikannya pilar penting yang kini goyah.

Ekspor dan Perdagangan Lesu

Ketegangan global juga menghantam sektor perdagangan internasional.

Menurut proyeksi IMF dan Bank Dunia, pertumbuhan volume perdagangan dunia tahun ini hanya 1,8 persen, merosot tajam dibandingkan tahun sebelumnya.

“Risikonya jelas. Ekspor Indonesia akan terdampak karena permintaan global melemah. Kenaikan harga komoditas sekarang bukan karena supply-demand yang sehat, tapi karena disrupsi,” jelas Menkeu.

READ  Korea Utara Ancam Turun Tangan: Rudal Hipersonik dan Perang Global Menghantui Konflik Iran-Israel-AS

Dengan sektor manufaktur dan komoditas sebagai tulang punggung ekspor, pelemahan ini bisa menjadi pukulan ganda bagi perekonomian nasional  terutama jika ditambah tekanan dari kurs, inflasi, dan suku bunga tinggi.

Catatan Akhir: Siaga di Tengah Badai Global

Krisis di Timur Tengah telah bertransformasi menjadi badai ekonomi global yang mulai menerpa Indonesia.

READ  Korea Utara Ancam Turun Tangan: Rudal Hipersonik dan Perang Global Menghantui Konflik Iran-Israel-AS

Pemerintah kini berada di persimpangan kebijakan fiskal dan moneter yang tidak mudah: menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi, di tengah dunia yang semakin tak pasti.

Situasi ini sangat dinamis. Kita harus waspada dan adaptif,” tegas Sri Mulyani  pesan yang kini menjadi panduan penting bagi seluruh elemen ekonomi nasional, dari pemerintah hingga pelaku usaha.***

Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow

Artikulli paraprakBayang-Bayang Suksesi: Khamenei Siapkan Tiga Kandidat Pengganti di Tengah Ancaman Serangan AS-Israel
Artikulli tjetërDasi Merah di Tengah Ledakan: Ketika Simbol Kekuasaan Menyatu dengan Genderang Perang