Publikbicara.com – Di balik megahnya jembatan Jalan Raya Jasinga, terhampar pemandangan memilukan yang viral di media sosial.
Sungai Cikiam berubah menjadi lautan sampah plastik, limbah rumah tangga, dan kotoran mengalir bersama arus air yang keruh.
Di tengah aliran kotor itu, tampak beberapa warga, termasuk ibu-ibu, masih beraktivitas mencuci dan mandi.
Sebuah video berdurasi 28 detik yang diunggah akun Facebook Tedjo Tripomo menyulut keprihatinan publik.
Dalam video tersebut, suara seorang pria yang diyakini sebagai perekam menggugah:
“Pak Dedi, Pak Dedi, tolong Pak Dedi. Sungai di Jasinga, wargamu MCK di sungai. Sungainya kotor, Pak Dedi…”

Suara itu bukan sekadar permintaan. Ia adalah jeritan warga yang merasa ditinggalkan. Jeritan dari pojok Bogor yang seolah tak tersentuh pembangunan.
Di layar, sampah plastik tampak berserakan, mengambang di air, tepat di bawah bayang-bayang sebuah masjid.
Netizen pun ramai-ramai menyuarakan keprihatinan mereka. Salah satunya menulis:
“Astaga, itu emak-emak pade nyuci di kali yang kotor dan tercemar seperti itu tiap hari. Duh, bisa berdampak pada kesehatan…”
Yang lain tak hanya mengeluh, tapi juga menuntut solusi:
“Bukan perkara kesadaran, tapi carikan dulu solusinya, TPA-nya!”
“Dulu ada bak sampah, ada yang angkut. Sekarang? Cuma plang gede doang, tapi solusi kagak ada,” keluh netizen lainnya.
Tak sedikit juga yang menyentil pejabat setempat:
“Pak Camat Jasinga disuruh lihat, jangan di kantor aja! Dari dulu itu sungainya kotor terus, gak ada tindakan!”
Pemerintah Lokal: Sudah Bersih-Bersih, Tapi Sampah Kembali
Menanggapi viralnya video ini, Kepala UPT Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Wilayah VII Jasinga, H. Raden Hendry Iskandar, angkat bicara.
Menurutnya, pihaknya sudah berulang kali mengadakan Operasi Bersih (Opsih) bersama warga.
Mereka bahkan pernah menyediakan bak sampah dan baktor (bak motor) untuk mengangkut sampah. Namun, semua upaya itu, katanya, kerap berakhir sia-sia.
“Bak sampah yang kami tempatkan dekat jembatan itu pernah hilang. Plang larangan pun dicabut atau diabaikan. Edukasi juga sudah sering kami lakukan,” ujarnya.
Namun pernyataan tersebut tak cukup meredam kemarahan publik. Sebab di balik semua program dan sosialisasi itu, fakta di lapangan tak kunjung berubah.
Sungai tetap menjadi tempat mandi, mencuci, dan membuang sampah dalam satu waktu.
Yang paling mengkhawatirkan adalah dampaknya terhadap kesehatan warga. Sungai Citiam yang tercemar jelas bukan lagi tempat aman untuk mandi, apalagi konsumsi air.
Potensi penyakit kulit, diare, hingga infeksi saluran pencernaan mengintai warga setiap harinya.
“Sungai itu kan dipergunakan untuk mandi dan lainnya. Kalau lingkungannya bersih, enak, jauh dari penyakit,” tambah Hendry.
Kasus Sungai Cikiam di Jasinga bukan sekadar soal tumpukan sampah. Ia adalah simbol dari ketimpangan antara program dan kenyataan. Di atas kertas, solusi sudah ada.
Tapi di bawah jembatan, di aliran sungai, warga masih mandi di antara limbah. Kini, semua mata tertuju pada pemerintah daerah.
Masyarakat berharap bukan hanya pernyataan, tapi tindakan konkret yang mampu mengembalikan Sungai Cikiam menjadi sumber kehidupan bukan sumber penyakit.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













