Beranda Daerah Karinding Sadulur Tasikmalaya dan Panggung Dunia yang Hampir Terlewat: Undangan Bergengsi, Dukungan...

Karinding Sadulur Tasikmalaya dan Panggung Dunia yang Hampir Terlewat: Undangan Bergengsi, Dukungan Masih Sunyi

PublikBicara.com, Tasikmalaya – Ketika dunia membuka pintu untuk budaya Indonesia, justru negeri sendiri masih menutup telinga. Itulah kenyataan pahit yang sedang dihadapi Karinding Sadulur, grup musik tradisional asal Kota Tasikmalaya, yang mendapat kehormatan langka sebagai satu-satunya wakil Indonesia di ajang budaya internasional Le Rêve de L’Aborigène, yang digelar di Airvault, Prancis, 25–27 Juli 2025 mendatang.

Festival bergengsi ini bukan sekadar panggung musik, tapi ruang pertemuan nilai-nilai kearifan lokal dunia. Dari ribuan kelompok musik etnik global, hanya segelintir yang mendapat undangan tampil. Karinding Sadulur salah satunya. Sayangnya, saat dunia memberi panggilan, tanah kelahiran mereka masih membisu. Hingga pertengahan Mei, mimpi tampil di panggung dunia itu masih terganjal, tidak ada dana, tidak ada dukungan.

“Kami sudah mengajukan permohonan audiensi ke Pemkot, ke Wali Kota, Wakil, bahkan ke Disporabudpar. Tapi sampai sekarang, belum ada kabar, belum ada jadwal,” ujar Sandy Mizon, personel Karinding Sadulur, Sabtu (17/5/2025).

Tak hanya itu, manajer Karinding Sadulur, Fiona Callaghan, M.Si., menyebutkan bahwa undangan resmi dari panitia festival telah menyebut enam nama, empat personel utama, satu manajer, dan satu dokumentator. Semua sudah disiapkan. Yang kurang tinggal satu, kehadiran negara.

“Tiket, visa, semua harus dibuktikan kepada panitia. Kami punya niat dan semangat, tapi realitanya, tanpa dukungan dana, semuanya mentok di wacana,” tambah Fiona.

Ini bukan kali pertama Karinding Sadulur menerima undangan dari festival yang dikenal menolak alkohol dan menjunjung tinggi nilai budaya ini. Namun, tiga undangan sebelumnya terpaksa gagal. Alasannya selalu sama, harapan terlalu sering menggantung tanpa jawaban.

Padahal, Karinding Sadulur bukan sekadar kelompok musik. Mereka adalah penjaga warisan budaya Sunda, memainkan alat musik karinding yang kini nyaris tak terdengar di kota-kota besar. Mereka membawa cerita nenek moyang, menyanyikannya dalam nada-nada alam.

READ  Sekjen Kemendes Buka Workshop Nasional Program TEKAD di Makassar

Bayangkan, nama Tasikmalaya, Jawa Barat, dan Indonesia berkibar di panggung internasional, bukan lewat kontroversi, tapi lewat harmoni bambu dan semangat leluhur. Bukankah ini seharusnya jadi kebanggaan bersama?.

Undangan itu sudah di tangan. Dunia sudah membuka jalan. Tapi apakah pemerintah akan ikut berjalan, atau justru membiarkan pintu itu kembali tertutup seperti sebelumnya?.

“Kami hanya ingin membawa nama baik Tasikmalaya. Tidak lebih. Tapi apakah harus terus berjuang sendiri?,” tutup Sandy.

Kini, waktu terus berjalan. Festival tinggal dua bulan lagi. Jika tidak ada keputusan segera, satu lagi kesempatan emas akan terbang sia-sia. Dan untuk keempat kalinya, dunia hanya akan mendengar gema senyap dari negeri yang katanya kaya budaya, tapi tak selalu memeluk budayawannya. (Den)

Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow

Artikulli paraprakSyahrini Curi Perhatian di Cannes 2025, Tampil Mewah Saat Red Carpet dan Elegan Saat Gala Dinner
Artikulli tjetërSekda Bogor Hadiri Konser Drum Purwacaraka: Dorong Kreativitas Jadi Identitas Cibinong