Publikbicara.com– Di balik gemuruh sejarah Kerajaan Pajajaran, tersimpan kisah Legnda heroik dan menggetarkan hati tentang seorang pangeran yang memilih cinta daripada takhta.
Dialah Raden Banyak Cakra, anak sulung Prabu Siliwangi dan Nyi Ambet Kasih, pemuda yang kelak dikenal dunia sebagai Kamandaka, sang Lutung Kasarung.
Lahir dari darah raja dan kasih perempuan suci, Kamandaka ditakdirkan sebagai putra mahkota. Tapi ketika sang ibu wafat, dunia baginya runtuh. Takhta yang megah tak lagi berarti.
Sehingga ia, Kamandaka memilih jalan sunyi menghilang dari istana, menyusuri hutan, mendaki gunung, merunduk di padepokan, menimba ilmu kanuragan dan mencari cinta sejati yang memancarkan kelembutan ibunya.

Dalam pengembaraan itu, ia berganti nama. Seorang pertapa bijak, Azhar Wirangrong, memberinya nama “Kamandaka”nama yang kelak abadi dalam legenda, namun nyaris dilupakan zaman.
Langkahnya akhirnya sampai di Pasir Luhur. Di sana, ia jatuh hati pada Dewi Cipta Rasa, putri sang Adipati yang rupawan, bijak, dan bersinar laksana bulan di malam kelam.
Namun, cinta mereka diuji. Seorang raja tamak dari Nusa Kambangan, Pule Bahas, datang membawa pinangan dan pasukan.
Kamandaka yang menyamar sebagai rakyat jelata, tak punya kuasa membalas, tak punya nama untuk disandingkan.

Namun cintanya tidak diam, kamanda menyaru menjadi lutung hitam, makhluk hutan yang setia mendampingi sang putri dari kejauhan.
Dari sanalah legenda “Lutung Kasarung” lahir bukan sekadar dongeng anak-anak, tapi simbol pengorbanan dan keberanian.
Ketika perang pecah karena penolakan sang putri Dewi Cipta Rasa, Kamandaka pun tak tinggal diam.

Ia berdiri di tengah gempuran prajurit Nusa Kambangan, mengangkat Kujang pusaka peninggalan Prabu Siliwangi, dan bertarung demi cinta dan kebenaran.
Sampai Raja Pule Bahas tumbang, Pasir Luhur selamat hingga akhirnya sunia pun tahu siapa Kamandaka sebenarnya, pewaris sah Kerajaan Pajajaran.
Namun, alih-alih kembali ke singgasana, Kamandaka menolak mahkota. Ia memilih menetap di Pasir Luhur bersama Dewi Cipta Rasa. Kekuasaan ia tinggalkan, cinta ia peluk.

Tak banyak yang tahu, Kamandaka-lah yang menyerahkan takhta kepada adiknya, Raden Sura Wisesa. Ia tak ingin menjadi raja dunia, karena ia sudah menjadi raja hati.
Kisah ini bukan sekadar legenda, tapi cermin bahwa kekuatan sejati bukan ada pada kuasa, melainkan pada keberanian memilih jalan hati.
Kini, kisah Kamandaka perlahan memudar di antara deru zaman. Tapi bagi mereka yang masih percaya bahwa legenda menyimpan pelajaran, kisah ini bukan hanya sejarah ia adalah cermin.

Cermin bagi siapa pun yang sedang memilih antara kekuasaan atau hati, antara dunia atau cinta.
Karena dalam dunia yang sibuk mengejar gelar, jabatan, dan gengsi, Kamandaka mengajarkan satu hal penting, menjadi manusia seutuhnya adalah keberanian terbesar.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













