Publikbicara.com – Kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh dokter kandungan Muhammad Syafril Firdaus (MSF) di Garut menyita perhatian publik.
Insiden ini menjadi pengingat pentingnya edukasi tentang prosedur medis yang aman dan etis, terutama dalam pemeriksaan yang menyangkut area sensitif.
Ketua Kolegium Obstetri dan Ginekologi Indonesia (Obgyn), dr. Ivan R. Sini, Sp.OG., menegaskan bahwa setiap pemeriksaan obgyn harus melibatkan pendamping atau chaperone, seperti perawat atau tenaga kesehatan lainnya.
“Dalam konteks pemeriksaan obgyn, keberadaan perawat sebagai pendamping merupakan hal yang sangat mandatori,” ujar Ivan dalam konferensi pers Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) secara virtual, Kamis (17/4/2025).
Menurutnya, prosedur ini bukan hanya soal kenyamanan, tapi juga melindungi hak pasien dan menjaga integritas dokter. Standar ini berlaku bagi seluruh dokter kandungan, tanpa memandang gender.
Lebih lanjut, Ivan menegaskan pentingnya komunikasi yang transparan antara dokter dan pasien. Dalam situasi yang mengharuskan pemeriksaan fisik, dokter wajib meminta izin, baik secara lisan maupun tertulis.
“Minimal dokter harus berkata, ‘Maaf Ibu, saya akan memeriksa bagian ini,’” jelasnya. “Izin itu bukan sekadar formalitas, tapi bentuk penghormatan terhadap tubuh dan hak pasien.”
Ivan juga menambahkan, baik dokter laki-laki maupun perempuan harus memegang teguh prinsip etika ini.
“Sensitivitas pemeriksaan bukan ditentukan oleh jenis kelamin dokter, melainkan bagaimana kita menjaga marwah dan martabat pasien dalam proses pemeriksaan,” tuturnya.
Kasus MSF mencuat setelah viralnya rekaman CCTV di ruang pemeriksaan USG yang memperlihatkan dugaan tindakan tak senonoh terhadap pasien perempuan.
Dalam video tersebut, pasien yang tengah menjalani pemeriksaan USG tampak terbaring dengan bagian perut terbuka.
Namun, tak lama berselang, tangan sang dokter diduga mengarah ke bagian dada pasien, hingga korban tampak bereaksi dengan menepis.
Mirisnya, dugaan aksi serupa disebut telah dilakukan pelaku selama bertahun-tahun. Polisi kini mendalami kasus ini dan membuka kemungkinan adanya korban lain.
Kasus ini menimbulkan kekhawatiran publik, namun juga menjadi momen refleksi penting tentang hak-hak pasien dan perlunya edukasi tentang standar prosedur medis.
Pemeriksaan medis seharusnya menjadi ruang aman, bukan tempat terjadinya pelanggaran etika.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













