Publikbicara.com – Aduan masyarakat terkait pungutan plat nomor rumah di wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, semakin menimbulkan tanda tanya.
Pasalnya, isu tersebut kini mulai dikaitkan dengan nuansa politik, padahal Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) sudah berlangsung beberapa tahun lalu.
Kisruh pungutan plat nomor rumah terjadi di dua desa yang berada di bawah binaan Pemerintah Kecamatan Jasinga, yakni Desa Sipak dan Kalongsawah.
Sayangnya, alih-alih ditindaklanjuti secara objektif, isu ini malah mengarah pada dugaan politisasi.
Narasi bernuansa politik tersebut muncul dari pihak pemerintah kecamatan, tepatnya dari Kasi Pemerintahan Kecamatan Jasinga yang akrab disapa Pak Sandi.
Saat dimintai tanggapan, ia mengaku sudah memanggil para sekretaris desa terkait.
“Saya sudah panggil ke dua sekdes nya dan mereka tidak merasa ada aduan dari masyarakat ke desa kl adapun aduan masyarakat terkait plat nomor silahkan ke desa untuk musyawarah.” ternag Sandi dalam keterangan tertulis melalui perpesanan WhatsApp. Rabu, (15/04/2025).
Lebih lanjut, Ia pun balik bertanya terkait aduan yang diterima redaksi yang terkesan diragukan karena ada unsur politik.
“Nah saya mau nanya ke akang sumber aduan masyarakat ini dibawah apakah sudah melapor ke desa belum. Nah aduan itu sudah dikoordinasikan belum sama desa? Nah itu rekaman yg tadi dikirim apa ada unsur politik tidak.” imbuh Sandi.
Lebih lanjut, terkait adauan masyarakat tentang pungutan plat nomor rumah yang didalilkan mengandung unsur politik diakui Kasi Pemerintahan dari Sekdes yang memberikan keterangan padanya.
“Ke saya kordinasi (program plat rumah) secara lisan dan hanya wacana belum eksekusi nya. Makanya kalau sumber dari sekdes itu ada unsur politik makanya yang benar yg mana.” ungkap Sandi.
“Nah itu dia kang terkait ada unsur apa tidaknya itu menurut laporan sekdes ke saya. Soal benar apa tidak nya saya belum mendalami.” tukasnya.
Sebelumnya, terkait polemik pungutan untuk pemasangan plat nomor rumah di wilayah Kecamatan Jasinga, yakni Desa Sipak dan Kalong Sawah terkesan semakin menjadi sorotan.
Pasalnya, pengadaan plat nomor rumah di dua desa tersebut tersebut dilakukan oleh pigak ketiga. Melalui marketing perusahaan penyedia jasa mengungkapkan bahwa itu usulan RT dan RW.
“(Ia) Saya marketing dari perusahaan sarana prasarana desa, plat nomer rumah di Desa Kalong Sawah dan Sipak adalah salah satu produk dari kami.” ujar Fajarudin saat dikonfirmasi redaksi melalui perpesanan WhatsApp. Selasa, (15/04/2025).
“Bukan inisiatif dari pemerintahan desa, (tapi di) biayai dari masyarakat melalui RT/RWnya. Harga biayai kan suadaya.” cetusnya.

Sementara, terkait perbedaan harga yang mencolok antara Fajarudin mengungkapkan, karena itu menyangkut mekanisme harga dari perusahaan untuk marketing.
“Marketing boleh menentukan harga ke customer dalam batas rate yang telah ditentukan perusahan, dan banyak intrumen-instrunen perbedaan harga lainnya.” kilahnya.
“Karena perbedaan harga tersebutpun dibeberapa daerah juga berbeda. Bukan hanya kalong sawah dan sipak.” bebernya.
Labih lanjut, Ia menjelaskan bahwa harga tersebut lantaran bukan karena anggaran yah dibiayai oleh pemerintah. Melainkan swadaya masyarakat.

“Untuk harga yang ditentukan dari sumber dana pememrintah ditetapkan sama di setiap daerah. Karena ini bukan dari sumber pemerintah dan bukan bantuan dari pemerintah.” terang opininya dalam keterangan tertulis.
“Maka harganya boleh berdeda, Kalu untuk Maslah plat nomer .karena salah satu produk dari kami. Tentunya kami yang masaraknnya.” tukas Fajarudin.
Sebelumnya, pada Kamis, 10 April 2024, telah diberitakan bahwa program pemberian ulang nomoran rumah yang dilakukan oleh sejumlah pemerintah desa di wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor menuai sorotan.
Lantaran, warga diminta kebijaksanan membayar sejumlah uang untuk pemasangan plat nomor baru, meskipun sebelumnya sudah ada nomor rumah dari pemerintahan desa periode sebelumnya.
Menurut salah satu warga Desa Sipak, sebut saja Marjinal lantaran namanya minta dirahasiakan oleh redaksi mengungkapkan pertanyaan terhadap keberadaan pungutan tersebut.
Menurutnya, pemasangan nomor rumah di masa lalu dilakukan tanpa biaya dan tetap berjalan dengan baik.
“Di zaman Lurah Acip, nomor rumah sudah ada dan dipasang tanpa pungutan. Tapi sekarang malah dikenakan biaya Rp 20 ribu per rumah. Padahal, jumlah rumah di desa bisa mencapai seribu hingga dua ribu unit.” ungkap Marjinal. Rabu, (10/04/2024).
“Kalau seribu rumah saja, itu berarti sudah terkumpul Rp 20 juta, kalau dua ribu rumah bisa sampai Rp 40 juta. Uangnya untuk apa?” beber Marjinal.

Selain itu, Marjinal juga mempertanyakan nilai dari biaya yang dikenakan. Apakah itu sepadan? kata dia.
” Kalau untuk stiker dan seng, harga seng di toko bangunan sekitar Rp 35 ribu per meter, bagi berapa kali berapa, sementara cetak stiker berapa sih? layak engga dengan 20 ribu?” tambahnya.
Hingga berita ini dimuat, pihak pemerintah Desa Sipak belum memberikan klarifikasi resmi terkait pungutan untuk plat nomor rumah tersebut.
Karena, ketika redaksi publikbicara berupaya untuk klarifikasi pada hari Rabu, 9 April 2025, pukul 09:10 WIB. Kepala desa terkait, maupun Sekretaris Desa (Sekdes) belum berada di kantor dengan alasan kegiatan di luar kantor.
Sementara itu, menurut bendahara desa yang ditemui di kantor desa, yakni Agus, ketika dikonfirmasi terkait hal plat nomor rumah langsung melempar beban kepada Sekretaris Desa.
“Untuk itu mah ke sekdes saja langsung.” ungkap Agus. Dan selanjutnya ditimpali staf desa lain dengan berujar “ke sini sih (kades/sekdes) tapi mungkin siang.” Kata S.

Lebih lanjut, di Desa Kalong Sawah, Kecamatan Jasinga, pungutan untuk plat nomor rumah tersebut diketahui hanya sebesar Rp. 15 ribu rupiah per plat nomor rumah.
Salah satu RT di desa setempat mengungkapkan bahwa dari uang pungutan Rp. 15 ribu tersebut ada upah untuk RT sebesar Rp. 2.000, untuk RW sebesar Rp. 2.000, dan sisanya Rp. 11.000 setor kepada pemerintah Desa Kalong Sawah.
Sementara itu, Kepala Desa Kalong Sawah mengungkapkan bahwa dirinya baru tahu ada pungutan tersebut ketika dikonfirmasi redaksi melalui perpesanan WhatsApp.
Namun, berdasarkan informasi yang ia dapat dari sekretaris desanya bahwa hal itu dari seseorang yang mengaku sudah konfirmasi kepada dirinya.
“Itu buk masalah no rumah dari pak pajarudin dia bilang sama saya udah ijin sama ibu lurah katanya suruh langsung ke RT RW aja karna itu reguler yg bayar masing-masing tadinya suruhnya Rp 17 000 tapi para RW sanggup 15000 memang itu bukan program pemerintah sih buk tapi para RW tetep mau pasang no itu katanya untuk penomeran rumah buk.” demikian hasil konfirmasi sang kades kepada sekretaris desanya.
Lebih lanjutkan, hal tersebut diklaim sekretaris desa berdasarkan sebagai kesepakatan semua Kepala Rukun Warga (Ketua RW) dan Rukun Tetangga (RT).
Sementara dirinya (sekdes) mengaku sudah menghimbau jangan direalisasikan bila memberatkan warga, namun para RW dan RT tetap sepakat untuk memasang.
“Kesepakatan para semua RW buk bahkan saya bilang kalau memberatkan warga jangan ngak dipasang juga ngak apa2 tapi para RW tetap sepakat untuk pasang aja katanya buk.” berber sekretaris desa yang diteruskan kepala desa kepada redaksi saat dikonfirmasi melalui perpesanan WhatsApp.
Warga pun berharap ada penjelasan terbuka dan penggunaan dana yang jelas agar tidak menimbulkan kecurigaan di tengah masyarakat.**
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













