Publikbicara.com – Revisi terhadap Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) menjadi sorotan utama dalam pembahasan di Komisi I DPR RI.
Perubahan ini dianggap krusial karena menyangkut tiga aspek utama, yakni kedudukan TNI, perpanjangan masa dinas aktif prajurit, serta penugasan prajurit militer di jabatan sipil.
Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin menegaskan bahwa revisi ini bertujuan untuk memperkuat peran TNI dalam menjaga pertahanan negara serta menyesuaikan aturan dengan dinamika nasional dan global.
“Saya, atas nama pemerintah, menyampaikan bahwa makna yang tersirat dalam rancangan undang-undang ini ada tiga aspek penting yang perlu dibahas lebih lanjut,” ujar Sjafrie dalam Rapat Kerja dengan Komisi I DPR RI di Jakarta, Selasa (11/3/2025).
1. Kedudukan TNI: Perubahan Struktur Komando?
Salah satu poin utama dalam revisi UU TNI adalah terkait kedudukan TNI yang saat ini diatur dalam Pasal 3 UU TNI.
Beberapa pihak mempertanyakan apakah revisi ini akan mengubah hierarki komando atau memperkuat posisi TNI dalam pengambilan keputusan strategis.
Saat ini, Pasal 3 mengatur bahwa dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berada di bawah Presiden.
Namun, dalam kebijakan pertahanan dan administrasi, TNI berada di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan.
Meski belum ada kejelasan mengenai perubahan spesifik dalam pasal ini, beberapa analis militer menilai revisi tersebut berpotensi memberikan kewenangan lebih besar bagi TNI dalam menentukan kebijakan pertahanan tanpa harus melalui koordinasi kementerian.
2. Usia Pensiun Prajurit Diperpanjang
Isu lain yang menjadi sorotan adalah rencana perpanjangan usia pensiun prajurit TNI. Saat ini, Pasal 53 UU TNI mengatur usia pensiun sebagai berikut: Perwira, 58 tahun. Bintara dan Tamtama: 53 tahun
Dalam revisi yang diajukan, usia pensiun prajurit diusulkan naik sebagai berikut:
Tamtama: 56 tahun. Bintara: 57 tahun. Letnan Kolonel: 58 tahun. Kolonel: 59 tahun. Perwira Tinggi Bintang Satu: 60 tahun. Perwira Tinggi Bintang Dua: 61 tahun. Perwira Tinggi Bintang Tiga: 62 tahun.
Perwira Tinggi Bintang Empat: Ditentukan oleh Presiden
Selain itu, prajurit yang memegang jabatan fungsional tertentu dapat diperpanjang masa dinasnya hingga 65 tahun.
Pemerintah juga mengusulkan agar perwira yang telah pensiun tetapi masih memenuhi syarat dapat direkrut kembali sebagai bagian dari Komponen Cadangan (Komcad).
Perubahan ini dinilai sebagai langkah strategis untuk mempertahankan pengalaman dan keahlian prajurit senior, sekaligus mengoptimalkan sumber daya manusia di tubuh TNI.
3. Penugasan Prajurit Aktif di Jabatan Sipil Diperluas
Revisi UU TNI juga mencakup perubahan pada Pasal 47, yang mengatur penugasan prajurit aktif di jabatan sipil.
Saat ini, prajurit hanya dapat menjabat di 10 institusi tertentu, seperti Kementerian Pertahanan, Badan Intelijen Negara (BIN), dan Badan Narkotika Nasional (BNN).
Dalam revisi yang diajukan, daftar tersebut diperluas mencakup:
- Kementerian Kelautan dan Perikanan
- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
- Keamanan Laut
- Kejaksaan Agung
Namun, revisi juga menegaskan bahwa prajurit yang ingin menjabat di luar daftar tersebut harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif terlebih dahulu.
Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa kebijakan ini harus dijalankan dengan ketat untuk menjaga netralitas TNI dalam pemerintahan sipil.
“Prajurit yang akan bertugas di kementerian atau lembaga harus pensiun dini,” tegasnya.
Revisi UU TNI telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Presiden Prabowo telah mengirimkan Surat Presiden (Surpres) dengan Nomor R12/Pres/02/2025 pada 13 Februari 2025 untuk menunjuk wakil pemerintah dalam pembahasan revisi ini bersama DPR.
Proses legislasi ini akan menjadi perhatian publik, terutama terkait implikasinya terhadap keseimbangan kekuatan sipil-militer di Indonesia.
Dilansir dari Tempo, sejumlah pengamat menilai bahwa perubahan ini bisa memperkuat peran TNI dalam berbagai sektor, tetapi juga harus diimbangi dengan kontrol sipil yang kuat agar tidak melanggar prinsip demokrasi.
DPR dan pemerintah kini menghadapi tugas besar dalam memastikan revisi UU TNI tidak hanya memperkuat pertahanan negara, tetapi juga menjaga keseimbangan kekuasaan sesuai dengan konstitusi.**
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













