Publikbicara.com – Dibalik tirai anggaran besar yang tiap tahun digelontorkan, dunia pendidikan seharusnya menjadi ruang pembentukan karakter dan moral generasi bangsa.
Sepertimana Ki Hajar Dewantara menilai, dunia pendidikan adalah ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan.
Namun, di tengah realitas yang ada, dunia pendidikan justru semakin menyerupai ladang bisnis yang menguntungkan bagi segelintir pihak. Contoh kecil kasus PIP.
Kapitalisasi pendidikan seakan menciptakan kesenjangan, mengabaikan esensi pembelajaran, dan semakin menjauhkan peserta didik dari nilai-nilai moral yang seharusnya ditanamkan sejak dini.
Jaringan Kebudayaan Rakyat (Jaker) Bogor menyoroti bagaimana pendekatan reward and punishment yang kerap diterapkan dalam sistem pendidikan justru memperparah kondisi ini.
Alih-alih membentuk karakter autentik, pendekatan ini hanya menghasilkan kepatuhan semu dan menciptakan lingkungan belajar yang berorientasi pada insentif eksternal semata.
Sistem reward and punishment yang memberikan penghargaan atas kebaikan dan hukuman atas kesalahan masih kerap diterapkan sebagai metode kontrol perilaku anak di dunia pendidikan.
Namun, apakah pendekatan ini benar-benar efektif dalam membentuk individu yang bermoral dan mandiri?

Menurut Jaker Bogor, pendekatan ini memiliki dampak negatif yang perlu menjadi perhatian serius:
1. Membentuk Karakter Palsu dan Kebohongan Kronis
Siswa tidak benar-benar memahami nilai kebaikan, tetapi hanya berusaha menghindari hukuman atau mengincar hadiah.
Akibatnya, mereka dapat tergoda untuk berbohong atau berpura-pura baik demi mendapatkan insentif.
2. Ketergantungan pada Insentif Eksternal
Motivasi siswa menjadi bergantung pada hadiah dan hukuman, bukan pada kesadaran moral yang sesungguhnya.
Hal ini dapat melemahkan daya kritis dan kemandirian mereka dalam mengambil keputusan moral di kehidupan nyata.
3. Meningkatkan Stres dan Ketakutan
Hukuman sering kali menciptakan lingkungan belajar yang penuh tekanan, bukan ruang eksplorasi dan pembelajaran yang sehat.
Siswa lebih cenderung menghindari risiko dengan cara yang tidak sehat ketimbang belajar dari kesalahan mereka.
Kindness Strategy: Solusi untuk Pendidikan yang Lebih Manusiawi
Sebagai alternatif, Jaker Bogor mengusulkan penerapan kindness strategy sebagai sebuah pendekatan yang menanamkan nilai kebaikan melalui keteladanan, empati, dan keikhlasan.
“Kindness strategy bukan hanya soal mengajarkan siswa untuk berbuat baik, tetapi membentuk karakter yang benar-benar memahami makna dari kebaikan itu sendiri,” ujar Asep Humaedi, Sekjen Jaker Bogor. Jumat, (28/2/2024).
Beberapa manfaat dari kindness strategy meliputi:
Membangun Kesadaran Moral: Siswa bertindak baik bukan karena takut dihukum atau ingin hadiah, tetapi karena mereka memahami dan menginternalisasi nilai kebaikan itu sendiri.
Mengembangkan Empati: Dengan membiasakan kebaikan dalam interaksi sosial, siswa belajar memahami perasaan orang lain dan menjadi lebih peduli terhadap lingkungan sekitar.
Mengurangi Stres dan Ketakutan: Lingkungan belajar yang berbasis keikhlasan menciptakan suasana yang lebih aman dan kondusif bagi perkembangan psikologis siswa.
Mendorong Keikhlasan dan Kemandirian: Tanpa ketergantungan pada insentif, siswa terbiasa bertindak secara mandiri dengan landasan moral yang kuat.
Meningkatkan Kesehatan Mental dan Hubungan Sosial karena pendidikan berbasis kebaikan melahirkan hubungan sosial yang lebih sehat, baik antara siswa maupun antara guru dan murid.
Pendidikan Harus Berubah, Tapi Siapkah Kita?
Di tengah maraknya kapitalisasi pendidikan, perubahan sistem bukanlah hal yang mudah. Pendidikan semakin menjadi komoditas yang menggiurkan bagi oknum kapitalis, di mana nilai ekonomi lebih diprioritaskan daripada pembentukan karakter.
Jaker Bogor menegaskan bahwa dunia pendidikan harus segera bertransformasi dari sistem reward and punishment menuju kindness strategy.
Guru, orang tua, dan masyarakat memiliki peran penting dalam membentuk karakter anak-anak melalui keteladanan dan pendekatan berbasis empati.
“Kalau kita ingin generasi mendatang tumbuh dengan kesadaran moral yang kuat, maka kita harus mengubah cara mendidik mereka.
Bukan dengan hukuman dan hadiah, tetapi dengan kebaikan yang nyata,” pungkas Jaker Bogor.
Namun, pertanyaannya, apakah dunia pendidikan siap meninggalkan sistem lama dan benar-benar menempatkan moralitas di atas kepentingan ekonomi?
Atau kah! sistem ini akan terus berjalan sebagai mesin kapitalisme yang hanya menguntungkan segelintir pihak?***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













