Publikbicara.com – Jasinga, 19 Februari 2025. Di tengah gembar-gembor ketahanan pangan yang terus digaungkan, sebuah ironi menyedihkan terjadi di tepian barat Kabupaten Bogor, tepatnya di Kecamatan Jasinga.
Ratusan hektare sawah di wilayah ini menghadapi keprihatinan mendalam akibat irigasi yang terbengkalai, menyisakan saluran yang kini dipenuhi ilalang dan tanah yang mengering.

Bendungan Sendung, yang dibangun pada masa Hindia Belanda tahun 1938, dulunya menjadi sumber kehidupan bagi petani setempat.
Namun, puluhan tahun berlalu, keberadaannya seolah terlupakan. Saluran irigasi yang seharusnya mengalirkan air kini justru menjadi simbol rencana besar yang berantakan.
Ketika para pemangku kebijakan berbicara lantang soal kedaulatan pangan, para petani di Jasinga hanya bisa menatap sawah mereka yang retak.

Ironisnya, di atas podium, janji-janji perbaikan infrastruktur pertanian terus didengungkan, tetapi di lapangan, realitas berkata sebaliknya.
“Kami sudah berkali-kali menyampaikan keluhan soal irigasi ini, tapi tak pernah ada tindak lanjut. Tanpa air, bagaimana kami bisa menanam?” keluh seorang petani yang telah puluhan tahun menggantungkan hidupnya dari sawah.
Di satu sisi, pemerintah terus mengklaim keberhasilan program ketahanan pangan.

Namun, di sisi lain, petani di Jasinga harus bertahan dalam kondisi yang semakin sulit.
Jika irigasi tak kunjung diperbaiki, bukan hanya sawah yang mati, tetapi juga harapan para petani yang kian terkikis oleh janji-janji kosong.
Apakah ketahanan pangan hanya sekadar wacana untuk kepentingan pencitraan?
Atau memang sudah saatnya suara petani benar-benar didengar sebelum semuanya terlambat?***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













