Beranda News Ketika Keberanian Membela Kebenaran Dianggap Menjadi Ancaman: Akankah Sejarah dan Budaya Semkain...

Ketika Keberanian Membela Kebenaran Dianggap Menjadi Ancaman: Akankah Sejarah dan Budaya Semkain Tenggelam?

Publikbicara.com – Di sebuah sudut kehidupan, narasi perjuangan sekelompok kecil pemuda melawan arus egoisme dan ketidakpedulian menyeruak sebagai refleksi tajam atas kondisi masyarakat.

Sekelompok pemuda itu, dengan jiwa yang membara, melawan perampasan nilai-nilai luhur sejarah dan budaya.

Ia menjadi simbol perlawanan terhadap pengkhianatan yang menjadikan kekayaan bangsa hanya sebagai objek kepentingan sesaat.

READ  AFF Championship 2024: Persaingan Ketat di Grup B, Indonesia Fokus Rebut Puncak Klasemen

Dalam perjuangannya, mereka meninggalkan ego dan ketidakpedulian yang selama ini membelenggu masyarakat.

Ia keluar dari “gelapnya” kesadaran dengan keberanian, darah perjuangan yang mengalir deras di tubuhnya menjadi saksi bisu bahwa ia tidak gentar mempertahankan kehormatan budaya dan sejarah daerahnya.

Namun, ironinya, perjuangan itu bukan disambut dengan pujian yang selamanya. Kekaguman orang-orang terhadap keberaniannya perlahan (dapat) berubah menjadi ketakutan.

READ  Supersub Rasmus Højlund Antar Manchester United Bungkam Viktoria Plzeň

Ketakutan bahwa mereka, yang pasrah pada arus, akan dituding sebagai pengecut karena tak mencontoh sekelompok pemuda itu.

Kecemasan kolektif itu dapat memuncak, dalam ketakutan dan kelemahan mereka, orang-orang justru dapat menyerang kelompok pemuda itu.

Karakternya akan dibunuh, keberaniannya dimatikan, dan dengan itu, kebenaran yang mereka perjuangkan terkubur.

READ  Rumah Makan Bebek Carok Terbakar, Memakan 6 Korban Luka

Tragis bila itu terjadi, dan ini bukan hanya sekadar akan menjadi cerita tentang sekelompok pemuda. Ini adalah cerminan nyata dari masyarakat kita.

Ketika keberanian melawan ketidakadilan justru dianggap sebagai ancaman.

Ketika orang-orang yang memilih menegakkan kebenaran malah dicela, dijauhi, bahkan dihancurkan oleh mereka yang tak berani keluar dari zona nyaman.

READ  Tragedi di Pantai Sindangkerta: Anak 5 Tahun Meninggal Tenggelam, Pentingnya Pengawasan Anak di Lokasi Wisata

Kehidupan masyarakat terlihat baik-baik saja di permukaan, tetapi sesungguhnya pernah problematika yang akut.

Jika dibiarkan, kondisi ini hanya akan membawa kita menuju kehancuran nyata.

Kini, kita dihadapkan pada pilihan: melanjutkan kehidupan dalam fatamorgana atau berani berpihak kepada kebenaran, meski risikonya besar.

READ  Momen Libur Sekolah, Whoosh Capai Okupansi hingga 100 Persen

Sebelum terlambat, mari pastikan bahwa kita berdiri di sisi kebenaran, sebagaimana pemuda itu pernah melakukannya. Berani atau hancur.***

Notes: catatan piksi.

Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow

Artikulli paraprakAFF Championship 2024: Persaingan Ketat di Grup B, Indonesia Fokus Rebut Puncak Klasemen
Artikulli tjetërPelantikan Pengurus Karang Taruna Kecamatan Cigudeg 2024-2029: Mengusung Semangat “Transformasi Erapemuda”