Publikbicara.com – Bogor, 6 Desember 2024 – Petisi yang menuntut pencopotan Gus Miftah dari jabatan Utusan Khusus Presiden terus menuai dukungan luas dari masyarakat.
Hingga Jumat (6/12/2024) pukul 07.45 WIB, laman change.org mencatat lebih dari 215.161 tanda tangan telah terkumpul. Petisi ini muncul sebagai respons atas tindakan kontroversial Gus Miftah yang viral di media sosial.
Dika Prakasa, penggagas petisi ini, mengajukan tuntutan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk mencopot Gus Miftah dari jabatannya. Berjudul Copot Gus Miftah dari Jabatan Utusan Khusus Presiden, petisi ini resmi diluncurkan pada Rabu (4/12/2024) dan dengan cepat mendapat perhatian publik.
Gelombang kritik terhadap Gus Miftah bermula dari insiden yang terjadi dalam acara Magelang Bersholawat pada 20 November 2024.
Dalam sebuah video yang beredar luas, Gus Miftah terlihat mengucapkan kalimat bernada kasar kepada Sunhaji, seorang penjual es teh yang hadir dalam acara tersebut. Ucapannya, “Yo kono didol, gk,” yang jika diterjemahkan berarti, “Ya sana dijual gk,” memicu kemarahan netizen.
Rekaman tersebut menunjukkan Sunhaji diperlakukan secara tidak hormat di depan banyak orang, memancing perasaan empati dan amarah dari publik.
Pro-kontra pun bermunculan, dengan sebagian membela Gus Miftah dan meminta publik melihat konteks penuh dari video tersebut. Namun, mayoritas netizen menilai bahwa tindakan tersebut tidak pantas dilakukan, terutama oleh seorang tokoh agama yang menjadi panutan masyarakat.
Bukan pertama kali Gus Miftah tersandung kontroversi. Sebelum insiden ini, ia juga menjadi sorotan publik terkait perlakuannya terhadap sang istri, yang dianggap tidak mencerminkan nilai-nilai yang ia sampaikan di mimbar dakwah.
Sebagai Utusan Khusus Presiden di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, Gus Miftah diharapkan menjadi teladan. Namun, serangkaian tindakan yang dianggap melukai hati rakyat memunculkan pertanyaan besar: apakah ia layak memegang jabatan tersebut?
Dalam petisinya, Dika Prakasa menyoroti nilai-nilai yang diusung oleh Presiden Prabowo, yakni menghormati masyarakat kecil seperti pedagang, tukang bakso, dan nelayan. Tindakan Gus Miftah dinilai bertolak belakang dengan visi tersebut, sehingga mencoreng citra pemerintah secara keseluruhan.
“Jika ini terus dibiarkan, secara tidak langsung pemerintahan yang bapak pimpin ikut tercoreng,” tulis Dika dalam petisinya. Ia menegaskan bahwa tindakan Gus Miftah adalah cerminan karakter pribadi yang tidak sejalan dengan prinsip pemerintahan yang bersih dan santun.
Petisi ini menjadi simbol kemarahan masyarakat yang merasa nilai-nilai kemanusiaan telah dilanggar. Hingga kini, dukungan terus mengalir dari berbagai kalangan, mulai dari pedagang kecil hingga aktivis sosial.
Apakah Presiden Prabowo akan merespons tuntutan publik ini? Rakyat menanti keputusan tegas demi menjaga kehormatan dan kepercayaan terhadap pemerintahan.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi para pejabat publik untuk berhati-hati dalam bertindak dan berbicara. Publik, yang kini lebih kritis berkat teknologi digital, tidak segan menyuarakan pendapat mereka demi menegakkan nilai-nilai keadilan.
Waktu akan menjawab bagaimana akhir dari polemik ini. Namun, satu hal yang jelas: suara rakyat tidak lagi bisa diabaikan.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













