Publikbicara.com – Mantan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, menilai program 100 hari kerja pemerintahan sebagai sebuah formalitas belaka.
Menurut Pigai, program ini lebih mengutamakan tata laksana dan revitalisasi organisasi, termasuk pengisian staf, ketimbang memastikan keberlanjutan kinerja yang substansial.
“Program 100 hari itu hanyalah proses administratif, tata kelola awal untuk membangun dan mengisi struktur organisasi.
Saya sendiri bisa menyelesaikannya dalam tujuh hari, Pak,” tegas Pigai dalam pernyataannya yang mengundang perhatian.
Pigai pun menyatakan kekhawatirannya bahwa fokus pada program 100 hari ini justru bisa berdampak negatif.
“Yang saya takutkan, setelah hari ke-101, anak buah saya berhenti bekerja karena merasa program utamanya sudah selesai,” ujarnya dengan nada kritis.
Pernyataan Pigai ini mengundang diskusi di kalangan publik tentang efektivitas program 100 hari kerja, yang kerap menjadi ukuran awal kepemimpinan baru.
Apakah program ini sekadar simbolik, atau seharusnya dipandang sebagai landasan untuk keberlanjutan kinerja jangka panjang?***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













