Publikbicara.com – Kabinet Merah Putih resmi dilantik, membuka era baru bagi Indonesia dalam menghadapi tantangan global, terutama krisis iklim dan penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Di garis depan, Kementerian Lingkungan Hidup yang dipimpin Hanif Faisol Nurrofiq dan Kementerian Kehutanan di bawah komando Raja Juli Antoni, siap membawa perubahan mendasar.
Dengan program 100 hari sebagai langkah awal, kabinet ini menekankan langkah-langkah strategis demi mempersiapkan Indonesia menghadapi krisis yang melibatkan keberlanjutan alam, kolaborasi lintas sektor, serta keterlibatan publik yang aktif. Berikut adalah fokus utama dari inisiatif ambisius ini:
1. FEW in ONE: Ketahanan Pangan, Energi, dan Air yang Terintegrasi
Memastikan ketersediaan pangan, energi, dan air adalah fondasi utama pembangunan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia.
Program “FEW in ONE” hadir untuk mengintegrasikan ketiga sektor vital ini, mengingat krisis iklim yang memperburuk kondisi ketersediaan air, pangan, dan energi.
Dengan fokus pada pemetaan area rawan krisis sumber daya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan akan segera menyusun kebijakan proaktif untuk menjamin keberlanjutan dan akses merata di seluruh pelosok negeri.
2. Sinergi Lintas Sektor untuk Pembangunan Berkelanjutan
Kolaborasi lintas sektor adalah tantangan dan sekaligus kunci keberhasilan pembangunan berkelanjutan.
Pemerintah mendorong agar setiap sektor dapat saling terhubung, baik di tingkat pusat maupun daerah, memastikan kerja sama berjalan optimal untuk mendukung tujuan global Sustainable Development Goals (SDGs).
Kolaborasi kuat antara dua kementerian ini diharapkan membangun sinergi dalam menjalankan kebijakan lingkungan dan kehutanan, dengan belajar dari praktik terbaik negara lain yang sukses dalam menghubungkan berbagai elemen pembangunan.
3. Menghadapi Krisis Global dan Tantangan Multi-Dimensi
Krisis iklim bukan lagi isu lokal, melainkan masalah global yang membawa dampak pada ekonomi, politik, dan sosial.
Indonesia perlu memperkuat diplomasi lingkungan sambil merancang kebijakan yang responsif terhadap krisis ini.
Program 100 hari akan dimulai dengan peningkatan diplomasi internasional dan penyusunan kebijakan domestik yang mampu memitigasi dampak krisis multi-dimensi di dalam negeri, sehingga Indonesia dapat memainkan peran penting di kancah global sekaligus melindungi kepentingan rakyatnya.
4. Penanganan Sampah Terintegrasi: Mengubah Masalah Menjadi Sumber Daya
Penanganan sampah yang serius menjadi prioritas program ini. Indonesia yang menghadapi krisis sampah, terutama di kota-kota besar, akan menerapkan sistem pengelolaan terintegrasi dalam 50 hari pertama.
Dengan bimbingan pakar seperti Sri Bebassari, yang telah menulis Sampahku Tanggung Jawabku, pendekatan hulu ke hilir akan diimplementasikan dengan mengutamakan pengelolaan sampah sebagai sumber daya dan mendorong partisipasi aktif masyarakat.
Sistem ini menggabungkan dukungan pemerintah daerah, sektor swasta, dan publik agar pengelolaan sampah lebih efektif dan berkelanjutan.
5. Ruang untuk Partisipasi Publik: Aspirasi Rakyat dalam Setiap Kebijakan
Keterlibatan masyarakat menjadi salah satu prioritas utama dalam program ini.
Pemerintah akan membuka saluran komunikasi langsung, seperti pusat pengaduan atau call center khusus, agar publik dapat menyampaikan aspirasi, saran, hingga laporan permasalahan lingkungan.
Melalui call center ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan berharap dapat mendengar suara rakyat, memperbaiki implementasi kebijakan di lapangan, dan menanggapi laporan terkait isu krusial seperti illegal logging dan perusakan lingkungan.
Dengan landasan yang kuat melalui program 100 hari, Kabinet Merah Putih berkomitmen menjawab tantangan besar krisis iklim dan efisiensi sumber daya demi masa depan Indonesia yang berkelanjutan dan inklusif.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













