Puikbicara.com – Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) resmi menghapus nama Presiden kedua RI, Soeharto, dari Ketetapan MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN).
Keputusan ini menjadi sorotan publik karena melibatkan sosok yang selama puluhan tahun mengendalikan roda pemerintahan Indonesia.
Ketua MPR, Bambang Soesatyo, yang akrab disapa Bamsoet, mengungkapkan kabar ini dalam sidang akhir masa jabatan MPR periode 2019-2024.
Kesimpulan rapat tersebut menyetujui penghapusan nama Soeharto dari TAP MPR tersebut.
“Bapak Soeharto secara pribadi dianggap telah menyelesaikan permasalahan terkait TAP ini, mengingat beliau sudah wafat,” tambah Bamsoet.
Ketetapan MPR Nomor 11 Tahun 1998 yang disahkan pada 13 November 1998 menjadi landasan kuat dalam pemberantasan KKN di Indonesia.
Pada pasal 4 TAP tersebut, disebutkan bahwa segala upaya pemberantasan KKN harus dilakukan tanpa pandang bulu, termasuk melibatkan Soeharto dan kroni-kroninya.
Penghapusan nama Soeharto dari ketetapan ini menjadi babak baru dalam sejarah hukum Indonesia.
Keputusan ini memicu berbagai tanggapan, baik dari kalangan politisi, pengamat hukum, maupun masyarakat.
Banyak yang menilai langkah ini sebagai bentuk penghormatan terhadap almarhum Soeharto, sementara ada juga yang memandangnya sebagai langkah yang seharusnya tetap menghormati esensi pemberantasan KKN yang tidak boleh tebang pilih.
Apapun pendapat yang muncul, penghapusan nama Soeharto dari TAP KKN ini menjadi momen penting yang menandai perubahan arah kebijakan negara dalam menghadapi masa lalu, serta menjadi refleksi bagi perjalanan bangsa menuju masa depan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.***