Beranda Advetorial Asinan Bogor: Rasa yang Tak Pernah Layu di Tengah Hujan dan Waktu

Asinan Bogor: Rasa yang Tak Pernah Layu di Tengah Hujan dan Waktu

Publikbicara.com – Bogor punya banyak cerita. Tentang hujan yang setia turun, tentang kabut yang lembut menyapa, dan tentang satu rasa yang tak pernah lekang oleh waktu: Asinan Bogor.

Di balik rasa asam segar yang menggoda itu, ada sepasang tangan yang sejak 17 tahun lalu menjaga cita rasa tradisional tetap hidup di tengah derasnya arus kuliner modern. Mereka adalah Pak Budi dan Ibu Evi — penjaga rasa dari Kota Hujan.

“Dari Gerobak Sederhana ke Simbol Ketulusan”

Dulu, mereka memulai usaha kecil itu di sebuah sudut jalan di Parung, hanya berjarak seratus meter dari lokasi mereka sekarang.

Asinan Bogor: Rasa yang Tak Pernah Layu di Tengah Hujan dan Waktu

Lima tahun pertama dijalani dengan sabar—gerobak kecil, pelanggan setia, dan semangat besar. Kini, 17 tahun kemudian, Asinan Bogor Evi bukan sekadar tempat jualan, tapi sudah menjadi ikon kuliner lokal yang ditandai dengan senyum ramah di balik etalase kaca.

READ  Bupati Bogor Tanggapi Positif Usulan Raperda Tentang Hak Penyandang Disabilitas

“Kami berdua saja yang ngelola. Dari ngupas buah sampai ngaduk cuka. Selama masih kuat, ya dijalani,” kata Pak Budi dengan senyum sederhana. (22/10/2024).

Tak ada pegawai, tak ada mesin besar. Hanya dua pasang tangan dan cinta yang terus berulang setiap hari.

“Rahasia di Balik Segarnya Cuka dan Buah”

Ciri khas Asinan Bogor racikan mereka terletak pada keseimbangan rasa.

“Asinan Bogor itu kuat di cuka, rasa asamnya yang bikin segar. Kalau Betawi kan bumbu kacang, jadi cenderung manis,” jelas Ibu Evi sambil menata botol berisi kuah merah bening.

READ  Melihat Setahun Kinerja Prabowo - Gibran

Semua bahan dipilih segar: kedondong, nanas, salak, mangga, bangkuang, pepaya, dan semuanya tanpa fermentasi.

“Kalau kedondong ya harus terasa kedondong. Nanas tetap harus nanas. Nggak boleh hilang rasa aslinya,” tambahnya.

“Bertahan di Tengah Gelombang Modernisasi”

Seiring berkembangnya dunia kuliner, banyak pesaing bermunculan. Ada yang menawarkan harga lebih miring, ada pula yang membungkus produk dengan konsep modern. Namun, Pak Budi dan Ibu Evi tetap pada pendiriannya, menjaga rasa dan kejujuran bahan.

“Yang penting pelanggan puas. Kami nggak mau murah tapi rasa berubah,” tutur Pak Budi tegas.

READ  Sekda Dukung Kegiatan Positif DWP Kabupaten Bogor 

Dalam hal keuangan pun mereka sederhana.

“Dapat hari ini ya buat belanja dan makan. Sisanya nabung sedikit-sedikit,” kata Ibu Evi ringan, seolah mengajarkan filosofi hidup sederhana tapi cukup.

“Inovasi Tanpa Kehilangan Akar Tradisi”

Meski setia menjaga resep lama, keduanya tetap berinovasi. Kini mereka menambah produk oleh-oleh khas seperti manisan pala Cianjur dan olahan jahe, agar pengunjung punya lebih banyak pilihan tanpa kehilangan sentuhan Bogor yang otentik.

Lebih dari Sekadar Makanan, bagi mereka, asinan bukan hanya makanan, tapi bagian dari jati diri kota.

“Asinan ini cuma orang Bogor yang ngerti. Kalau dibawa ke luar kota, orang suka bingung, ‘ini makanan apa?’ Tapi bagi kami, ini nostalgia,” ujar Pak Budi menutup obrolan sambil merapikan toples-toples buah di meja.

READ  Sosialisasi dan Kick Off Penginputan IPKD Sebagai Upaya Perkuat Kualitas Pengelolaan APBD

Asinan Bogor milik Pak Budi dan Ibu Evi adalah bukti bahwa dalam dunia yang terus berubah, ada hal-hal yang sebaiknya tidak diganti rasa yang jujur, tangan yang tulus, dan kenangan yang disimpan dalam sebotol cuka segar.***

Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow

Artikulli paraprakBupati Bogor Tanggapi Positif Usulan Raperda Tentang Hak Penyandang Disabilitas
Artikulli tjetër