Publikbicara.com– Ombudsman RI menilai lonjakan harga beras belakangan ini bukan akibat kekurangan stok, melainkan buruknya tata kelola perberasan pemerintah. Hasil pemantauan sejak Agustus 2025 di Karawang, Pasar Induk Beras Cipinang, 137 ritel tradisional di 25 provinsi, serta ritel modern Jabodetabek menunjukkan distribusi beras tersendat.
Dari total 3,9 juta ton stok Bulog pada Agustus, lebih dari 1,2 juta ton sudah berusia di atas enam bulan. Kondisi ini berpotensi menimbulkan disposal hingga 300 ribu ton dengan kerugian sekitar Rp4 triliun. Sementara realisasi penyaluran beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) baru 302 ribu ton atau 20 persen dari target 1,5 juta ton.
Ombudsman juga menemukan delapan ritel modern di Jabodetabek kehabisan stok beras. Harga beras premium tercatat Rp21.000–Rp37.500 per kilogram, sementara beras nonpremium Rp14.700–Rp32.400, jauh di atas harga eceran tertinggi (HET).
“Potensi kerugian negara dari tata kelola beras yang buruk ini bisa mencapai Rp3 triliun dan membuka ruang maladministrasi,” tegas Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, Kamis (4/9). Ia meminta Presiden menugaskan BPKP melakukan evaluasi menyeluruh agar distribusi pangan lebih akuntabel.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













