Publikbicara.com– Jumat, 27 Juni 2025. Seruan pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat Kasepuhan di Kabupaten Bogor kembali menggema.
Adalah Nurodin, Anggota DPRD Kabupaten Bogor dari Fraksi PKB Dapil V, yang akrab disapa Jaro Peloy yang kini dengan lantang mendorong lahirnya Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengakuan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Masyarakat Adat Kasepuhan.
Dalam gelaran Festival Saba Lembur di Desa Kiarasari, Kecamatan Sukajaya, Sabtu (21/6), Jaro Peloy menegaskan pentingnya segera menghadirkan regulasi yang mengayomi masyarakat adat yang hingga kini masih menjaga teguh warisan leluhur.
“Saya akan terus menyuarakan ini. Sudah saatnya Kabupaten Bogor memiliki Perda yang secara khusus mengatur masyarakat adat. Ini bukan sekadar urusan budaya, ini tentang jati diri dan keberlangsungan hidup mereka,” ujar Jaro Peloy.
Mantan Kepala Desa Kiarasari itu menyoroti fakta bahwa beberapa komunitas Kasepuhan masih eksis bahkan menjadi ikon budaya Bogor namun belum mendapat pengakuan hukum yang layak.
Salah satunya adalah Kampung Adat Urug di Kecamatan Sukajaya yang dikenal luas karena konsistensinya menjaga tradisi.
Ia berharap, Perda yang dirancang nantinya juga membuka ruang bagi pembentukan desa adat sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Desa.
“Banyak masyarakat adat kita yang hidup dalam ketidakpastian hukum. Padahal mereka punya sistem nilai sendiri, punya wilayah adat sendiri, dan menjaga sumber daya alamnya dengan cara yang sangat arif. Tapi mereka belum dinaungi,” tambahnya.
Dukungan terhadap dorongan ini juga datang dari Jaringan Kebudayaan Rakyat (Jaker) Kabupaten Bogor, yang selama ini konsisten mengawal isu-isu keberagaman dan kebudayaan lokal.
Berdasarkan data terkini, baru dua Kasepuhan yang secara resmi teridentifikasi oleh Pemkab Bogor, yakni Desa Urug (Sukajaya) dan Desa Malasari (Nanggung).
Padahal, masih banyak komunitas adat lain yang tumbuh dan bertahan di tengah derasnya arus modernisasi, seperti Kasepuhan Cipatat Kolot dan Sihuut di Sukajaya, Jatake Nutug di Nanggung, hingga Pancer Mandiri di Jasinga.
Kebutuhan akan pengakuan hukum terhadap mereka sejatinya adalah amanat konstitusi. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 yang menguji UU Kehutanan, ditegaskan bahwa masyarakat adat harus diberi kepastian hukum dan perlindungan atas wilayah adatnya.
Sayangnya, struktur Panitia Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Bogor yang dibentuk melalui Keputusan Bupati Nomor 400.10/737/Kpts/Per-UU/2024 justru dinilai belum menunjukkan keseriusan penuh dalam mengawal isu ini.
Struktur tersebut diisi oleh jajaran OPD dan camat, namun belum memperlihatkan langkah konkret yang mengarah pada percepatan lahirnya Perda Adat.
Media ini mencatat bahwa tugas panitia seharusnya bukan hanya administratif, melainkan juga proaktif dalam mendata, memverifikasi, dan mengadvokasi komunitas adat yang tersebar di wilayah Kabupaten Bogor.
Jika regulasi ini tak segera dihadirkan, dikhawatirkan masyarakat adat Kasepuhan akan terus terpinggirkan, baik secara sosial, ekonomi, maupun politik.
“Kita jangan hanya bicara pelestarian budaya di permukaan. Perlindungan sejati dimulai dari pengakuan hak. Jangan sampai masyarakat adat justru hilang di tanahnya sendiri,” tutup Jaro Peloy.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













