Publikbicara.com– Dunia bisnis tak pernah lepas dari risiko. Sebesar apa pun nama dan reputasi sebuah perusahaan, tanpa perhitungan matang dan inovasi berkelanjutan, potensi kejatuhan tetap terbuka lebar.
Beberapa perusahaan raksasa yang dulu sempat berjaya di Indonesia pun tak luput dari kenyataan pahit: bangkrut.
Berikut ini daftar perusahaan-perusahaan besar yang pernah gulung tikar di Indonesia, lengkap dengan penyebab utama yang menghantarkan mereka pada titik nadir.
Meski merek Sariwangi diakuisisi oleh Unilever pada 1989, perusahaan SAEA tetap menjadi pemasok teh bagi Unilever.
Ketergantungan pada pinjaman modal dan kegagalan restrukturisasi utang menjadi pemicu utama kejatuhan bisnis legendaris ini.
2. Nyonya Meneer
Ikon jamu tradisional ini sempat menjadi kebanggaan Indonesia. Berdiri sejak 1919, Nyonya Meneer dikenal luas sebagai produsen jamu ternama.
Namun, pada 2017, Pengadilan Negeri Semarang resmi memutuskan perusahaan ini pailit.
Faktor utama kejatuhan Nyonya Meneer adalah konflik internal antar ahli waris, utang menumpuk, dan minimnya inovasi produk.
Perusahaan tak sanggup membayar utang kepada puluhan kreditur, termasuk utang sebesar Rp 7,04 miliar yang hanya dibayarkan sebagian.
3. 7-Eleven (Sevel)
Pernah jadi tempat nongkrong anak muda urban, 7-Eleven atau Sevel sempat menjamur di berbagai sudut Jakarta pada awal 2010-an. Namun, pesonanya memudar seiring waktu.
Pada 2017, seluruh gerai Sevel ditutup. Anak usaha PT Modern Internasional Tbk yang mengelolanya menyebut biaya operasional tinggi dan regulasi penjualan minuman beralkohol sebagai penyebab utama.
Di tengah persaingan ketat dan perubahan perilaku konsumen, Sevel tak mampu menyesuaikan diri.
4. Kodak
Dikenal sebagai pelopor industri fotografi, Kodak pernah mendominasi pasar kamera dan film dunia, termasuk di Indonesia. Tapi sayangnya, inovasi yang mandek menjadi boomerang.
Di era digital yang cepat berkembang, Kodak gagal bertransformasi.
Alih-alih beradaptasi dengan tren kamera digital, perusahaan ini tetap fokus pada film konvensional.
. Akibatnya, Kodak menyatakan bangkrut pada 2012 setelah tak mampu bersaing dengan kompetitor yang lebih adaptif dan inovatif.
Kisah-kisah ini menjadi pengingat bahwa dalam dunia usaha, kejayaan tak selamanya abadi.
Tumpukan utang, minim inovasi, konflik internal, hingga gagal beradaptasi dengan perubahan pasar adalah jebakan-jebakan klasik yang bisa menjatuhkan perusahaan mana pun.
Para pelaku usaha, baik yang baru merintis maupun yang sudah mapan, dapat menjadikan ini sebagai refleksi untuk terus adaptif, visioner, dan bertanggung jawab secara finansial agar tak mengalami nasib serupa.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













