Beranda News Kekosongan Posisi Dubes RI Dinilai Hambat Diplomasi: “Negara Bisa Jalan Autopilot”

Kekosongan Posisi Dubes RI Dinilai Hambat Diplomasi: “Negara Bisa Jalan Autopilot”

Publikbicara.com– Kosongnya posisi Duta Besar Republik Indonesia (RI) di sejumlah negara dan lembaga internasional penting kembali memicu sorotan tajam.

Para akademisi dan praktisi hubungan internasional memperingatkan bahwa situasi ini bukan sekadar masalah administratif, melainkan dapat melemahkan efektivitas diplomasi Indonesia di tengah dinamika global yang kian kompleks.

Dosen Hubungan Internasional Universitas Katolik Parahyangan, Ignasius Loyola Adhi Bhaskara, menyebut kekosongan dubes di negara-negara strategis sebagai hambatan serius dalam kelincahan manuver diplomatik Indonesia.

READ  Kursi Kosong Diplomasi RI Jadi Sorotan: Dubes di AS, Jerman, hingga PBB Belum Terisi

“Beberapa pos yang kosong itu sangat strategis, karena berada di negara-negara besar dengan pengaruh global. Ketidakhadiran Dubes bisa memperlambat komunikasi bilateral, khususnya pada isu-isu sensitif dan negosiasi tingkat tinggi,” ujar Adhi atau akrab disapa Aska, Rabu (25/6/2025).

Menurutnya, peran chargé d’affaires ad interim atau KUAI yang saat ini menggantikan posisi dubes di beberapa tempat, tidak bisa disamakan dengan kewenangan penuh seorang duta besar. KUAI hanya bertugas sementara, memiliki keterbatasan dalam mengambil keputusan strategis, dan tidak memiliki mandat langsung dari Presiden.

“KUAI tidak bisa menandatangani perjanjian besar atau membuat keputusan diplomatik penting. Dia hanya operator, bukan pengambil kebijakan,” jelas Aska.

READ  Pelajaran Ekonomi: Membekali Generasi Muda Memahami Dinamika Kehidupan Ekonomi

Informasi Strategis Tertutup, Diplomasi Jadi Tumpul

Dinna Prapto Raharja, pendiri lembaga riset kebijakan Synergy Policies, menilai kekosongan dubes juga berimbas pada akses terbatas terhadap informasi strategis dari negara atau organisasi tempat Indonesia berkepentingan.

“Dubes punya posisi yang memungkinkan mereka masuk lebih dalam ke struktur pemerintahan negara tempat mereka ditempatkan. Mereka bisa menggali informasi tak tertulis, membaca dinamika politik, bahkan membentuk aliansi informal. Itu tidak bisa dilakukan oleh KUAI,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa tanpa informasi yang mendalam dan up-to-date, kebijakan luar negeri Indonesia bisa kehilangan akurasi arah dan lambat dalam merespons isu-isu global yang berkembang cepat. Dalam konteks multilateralisme seperti di PBB, kekosongan dubes juga mempengaruhi peran Indonesia dalam diplomasi internasional.

READ  Pemkab Bogor Lantik 53 Pejabat Eselon III dan IV, Bupati Rudy: Demi Percepatan Pembangunan

“Negara bisa berjalan autopilot. Artinya, hanya mengandalkan pola lama, bukan strategi yang disesuaikan dengan situasi terkini,” tambahnya.

Persepsi Negara Lain Bisa Terganggu

Senada dengan itu, Edwin Martua Bangun Tambunan dari Universitas Pelita Harapan menyoroti aspek persepsi. Menurutnya, kekosongan yang berkepanjangan bisa dianggap sebagai bentuk ketidakseriusan Indonesia dalam menjalin hubungan bilateral.

“Amerika Serikat dan Jerman, misalnya, bisa menafsirkan kekosongan ini sebagai penurunan prioritas dari pihak Indonesia. Akibatnya, mereka juga bisa menahan atau mengurangi intensitas hubungan,” ujarnya.

READ  Presiden Prabowo Minta Tambah Fakultas Kedokteran dan Akademi Perawatan: “Jangan Terbelit Prosedur Kuno”

Edwin menegaskan bahwa diplomasi adalah soal kehadiran, baik dalam simbol maupun dalam praktik.

Dalam konteks organisasi multilateral, posisi kosong membuat Indonesia lambat dalam merespons isu strategis, sekaligus berisiko kehilangan peluang yang bisa dimanfaatkan untuk memperjuangkan kepentingan nasional.

Kritik terhadap Politisasi Posisi Dubes

Dinna juga menyoroti kecenderungan politisasi dalam penunjukan dubes. Ia menyayangkan apabila posisi strategis ini hanya dijadikan alat politik balas jasa tanpa mempertimbangkan kompetensi calon dalam diplomasi internasional.

“Kalau yang diangkat tidak paham dunia diplomasi, maka performanya jelas tidak optimal. Kita sebagai warga negara yang menanggung akibatnya. APBN tetap membayar mereka, tapi hasil kerjanya tidak sebanding,” tutupnya.

READ  Presiden Prabowo Minta Tambah Fakultas Kedokteran dan Akademi Perawatan: “Jangan Terbelit Prosedur Kuno”

Desakan Segera Isi Posisi Kosong

Kekosongan posisi Duta Besar RI tidak lagi bisa dipandang sepele.

Dengan tantangan global yang terus bergerak cepat dari konflik geopolitik, krisis ekonomi, hingga perubahan iklim Indonesia memerlukan duta besar yang bisa bergerak lincah, cerdas membaca situasi, dan mampu mengartikulasikan kepentingan nasional dengan presisi.

Kini publik menunggu langkah nyata dari pemerintah: apakah posisi strategis ini akan segera diisi oleh figur-figur mumpuni, atau kembali jadi komoditas politik semata?***

Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow

Artikulli paraprakKursi Kosong Diplomasi RI Jadi Sorotan: Dubes di AS, Jerman, hingga PBB Belum Terisi
Artikulli tjetërRetak di Tanah Harapan: SMPN 1 Sukajaya Terancam Ambruk, Warga Desak Relokasi