Publikbicara.com — Di tengah eskalasi konflik yang memanas antara Iran dan koalisi Amerika Serikat–Israel.
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dikabarkan telah mengambil langkah krusial yang jarang terjadi dalam sejarah Republik Islam menyiapkan calon penggantinya.
Menurut laporan The New York Times, Senin (23/6), Khamenei telah menunjuk tiga ulama senior sebagai kandidat untuk menggantikannya jika ia tewas dalam serangan.
Sumber diplomatik menyebut keputusan ini diambil menyusul langkah Presiden AS Donald Trump yang secara terbuka mendukung rencana serangan bersama dengan Israel terhadap situs-situs nuklir Iran.
Khamenei diketahui telah memberikan instruksi langsung kepada Majelis Ahli, badan keulamaan tertinggi Iran yang bertanggung jawab memilih Pemimpin Tertinggi, agar mempersiapkan suksesi kekuasaan dari daftar nama yang ia ajukan.
Langkah ini menandai upaya transisi yang terorganisir di tengah ancaman nyata terhadap keselamatan dirinya dan elite pemerintahan Iran.
Dua pejabat senior Iran mengungkapkan bahwa Kementerian Intelijen telah memerintahkan para komandan militer dan pejabat tinggi negara untuk bersembunyi dan menghentikan penggunaan komunikasi elektronik demi menghindari penyadapan oleh intelijen Israel.
Khamenei sendiri dilaporkan telah berpindah ke lokasi persembunyian rahasia dan kini berkomunikasi hanya melalui seorang ajudan terpercaya.
Sumber dari media pemberontak Iran, Iran International, mengklaim bahwa Khamenei sempat dievakuasi ke tempat perlindungan bawah tanah di kawasan Lavizan, timur laut Teheran, saat Israel meluncurkan serangan pada 13 Juni lalu.
Namun informasi tersebut belum mendapat konfirmasi resmi dari pemerintah Iran.
Sejak Revolusi Islam 1979, Iran baru sekali mengalami suksesi pemimpin tertinggi, yakni pada 1989 saat Khamenei menggantikan Ayatollah Ruhollah Khomeini.
Kini, dengan usianya yang kian uzur dan kondisi geopolitik yang makin tegang, langkah Khamenei untuk menyiapkan transisi kekuasaan dinilai sebagai bentuk antisipasi terhadap potensi kekacauan internal.
“Jika aku mati, biarlah itu dalam kemartiran,” demikian pernyataan dari seorang pejabat yang mengutip keyakinan Khamenei.
“Namun, yang lebih penting adalah transisi kekuasaan harus bersih demi warisan revolusi dan stabilitas negara saat perang membayangi.”
Hingga kini, belum diketahui siapa tiga ulama yang telah ditunjuk Khamenei.
Namun sumber dalam pemerintahan menyebut bahwa Mojtaba Khamenei, putra Khamenei yang selama ini digadang-gadang sebagai pewaris takhta spiritual Iran, tidak termasuk dalam daftar tersebut.
Mojtaba sebelumnya dianggap sebagai sosok kuat di lingkaran dalam Republik Islam, terutama karena kedekatannya dengan Korps Garda Revolusi Iran.
Namun dengan wafatnya Presiden Ebrahim Raisi dalam kecelakaan helikopter tahun lalu yang sebelumnya dipandang sebagai calon kuat dinamika politik internal Iran menjadi lebih tidak terprediksi.
Keputusan Khamenei ini secara strategis bertujuan menghindari apa yang disebut banyak analis sebagai “perang suksesi” perebutan kekuasaan yang dapat menimbulkan instabilitas lebih lanjut dalam negeri, terutama ketika Iran tengah bersiap menghadapi ancaman eksternal yang serius.
Langkah Khamenei menyiapkan suksesor juga menjadi sinyal penting ke dalam dan luar negeri: bahwa Iran tengah membangun kekebalan terhadap serangan terburuk sekalipun termasuk jika pemimpin tertingginya gugur.
Namun di tengah kabut informasi, ketegangan diplomatik, dan ancaman senjata, satu hal tetap menggantung siapa yang akan menjadi wajah baru Republik Islam jika sejarah kembali bergulir?
Dunia menanti, sementara Iran bersiap menghadapi masa depan dalam bayang-bayang rudal.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













