Publikbicara.com– Lima mahasiswa yang menjadi tersangka dalam kericuhan aksi peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) 2025 di Semarang kini resmi dikeluarkan dari Rumah Tahanan (Rutan).
Meski proses hukum tetap berjalan, mereka tak lagi ditahan di balik jeruji besi, melainkan berstatus sebagai tahanan kota mulai Kamis (19/6/2025).
Kelima mahasiswa tersebut adalah MAS, KM, dan ADA dari Universitas Negeri Semarang; ANH dari Universitas Semarang; serta MJR dari Universitas Diponegoro.
Keputusan ini diambil Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Semarang dengan mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan pendidikan.
Kepala Kejari, Candra Saptaji, menjelaskan bahwa para mahasiswa ini tengah berada di tahap krusial pendidikan mereka—ada yang menjalani ujian, ada pula yang menyelesaikan tugas akhir.
“Yang bersangkutan dalam proses pendidikan, dalam hal ini akan ujian,” kata Candra usai menerima pelimpahan perkara dari Polrestabes Semarang.
Pihak keluarga dan kampus juga memberikan jaminan bahwa kelimanya tidak akan melarikan diri maupun menghilangkan barang bukti. Hal inilah yang memperkuat alasan pemberian status tahanan kota.
Sebagai tahanan kota, mereka kini wajib melapor dua kali sepekan, setiap Senin dan Kamis. Namun, aturan ini bersifat fleksibel mengikuti jadwal akademik masing-masing.
“Kalau bentrok dengan kuliah, maka jadwal wajib lapor bisa dialihkan ke hari atau jam lain,” imbuh Candra.
Abdillah, pendamping hukum para mahasiswa, menyambut baik keputusan kejaksaan. Menurutnya, status tahanan kota sangat membantu mahasiswa tetap terlibat dalam proses hukum sekaligus tidak tertinggal dari tanggung jawab akademis.
“Ada yang semester akhir, ada yang mau ujian. Kalau tetap di rutan, mereka bisa gagal ikut ujian. Ini kebijakan yang cukup adil,” ujar Abdillah saat ditemui di Kejari Semarang.
Namun di balik kebijakan yang lebih manusiawi ini, jerat hukum tetap menghantui. Kelima mahasiswa dikenakan Pasal 214 ayat (1), atau Pasal 170 ayat (1), atau Pasal 216 ayat (1) KUHP, dengan ancaman hukuman dari empat bulan dua minggu hingga tujuh tahun penjara.
Kericuhan sendiri terjadi saat aksi unjuk rasa May Day digelar di Jalan Pahlawan, tepat di depan Kantor Gubernur dan DPRD Jawa Tengah pada 1 Mei 2025. Dari insiden tersebut, 18 orang ditangkap karena diduga sebagai provokator, dengan enam di antaranya berstatus mahasiswa. Belakangan, hanya lima yang terus diproses secara hukum. Sementara itu, dua orang lain juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyanderaan aparat pascaaksi.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyentuh isu penting: batas antara kebebasan berpendapat dan penegakan hukum, serta bagaimana penegakan itu tetap mempertimbangkan hak pendidikan bagi mahasiswa.
Publik kini menanti arah proses hukum berikutnya—dan bagaimana aparat penegak hukum menjaga keseimbangan antara keadilan, kemanusiaan, dan hak asasi.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













