Publikbicara.com – Bogor, 14 Juni 2025. Ada yang berbeda di tengah riuh Helaran Hari Jadi Bogor (HJB) ke-543. Di antara barisan atraksi budaya, tabuhan musik tradisional, dan sorak sorai penonton yang memenuhi ruas jalan utama Cibinong, sekelompok peserta berbalut tenun ikat muncul dengan langkah pasti.
Mereka datang dari Leuwiliang, membawa angin segar dari Timur Indonesia: Nusa Tenggara Timur (NTT).
Mereka adalah tim dari RSUD Raden Mohamad Noh Nur, rumah sakit daerah yang tidak hanya mengobati tubuh tetapi juga mencoba menyentuh sisi lain dari kehidupan budaya, estetika, dan nilai-nilai kolektif.
Di hari itu, RSUD bukan sekadar institusi medis. Ia menjelma menjadi utusan budaya, pengingat bahwa kesehatan tak melulu soal obat dan jarum suntik, tapi juga soal semangat, rasa, dan hubungan antarmanusia.

Dengan gerak tari yang menggambarkan semangat gotong royong dan pelayanan, para tenaga kesehatan ini mempersembahkan lebih dari sekadar pertunjukan.
Di setiap liukan tangan dan langkah kaki, tergambar sebuah narasi: bahwa rumah sakit pun memiliki hati.
Dan dalam tenun ikat yang mereka kenakan, tergurat kisah ketekunan dan warisan yang tak lekang oleh zaman seperti kerja sunyi para tenaga medis yang berjibaku di ruang-ruang IGD dan bangsal rawat inap.
Direktur RSUD Raden Mohamad Noh Nur, dr. Vitrie Winastri, S.H., M.A.R.S., yang turut hadir dan menyaksikan langsung momen tersebut, menyampaikan refleksi mendalam tentang makna keikutsertaan mereka:

“Kegiatan seperti Helaran menjadi ruang penting untuk menjembatani pelayanan publik dan budaya lokal. Kami hadir tidak hanya sebagai rumah sakit, tapi juga sebagai bagian dari komunitas yang ingin tumbuh bersama masyarakat.”
Dalam kebersahajaan pernyataannya, terselip filosofi pelayanan yang menjadi napas RSUD Raden Mohamad Noh Nur: “Melayani dengan Hati, Bertindak dengan Logika.”
Kalimat itu bukan slogan kosong. Ia hidup di wajah para dokter, perawat, dan staf rumah sakit yang pada hari itu menyatu dalam lantunan lagu-lagu daerah timur.
Dalam hangat senyum mereka saat membagikan selebaran edukasi kesehatan, atau sekadar menyapa warga yang menyaksikan helaran dengan penuh rasa ingin tahu.
Lebih lanjut, keterlibatan RSUD dalam Helaran HJB ke-543 bukan aksi simbolis semata. Ini adalah manifestasi dari komitmen mereka untuk tidak hanya hadir di tengah masyarakat saat sakit, tetapi juga di saat bahagia.

Momen perayaan budaya menjadi jembatan yang memperkuat simpul sosial antara penyedia layanan dan warga yang dilayaninya.
Di balik seragam medis mereka, para peserta dari RSUD tampak percaya diri dalam balutan kain timur. Seolah ingin mengatakan: “Kami bukan hanya orang-orang yang mengobati kami bagian dari kalian.”
Hari itu, Leuwiliang menyapa Nusantara. Dan RSUD Raden Mohamad Noh Nur menjadi penghubung antara logika pelayanan medis dan keindahan rasa budaya yang memperkaya jati diri Kabupaten Bogor.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













