Beranda News Waspada Ancaman AI: Deepfake dan Kejahatan Siber Meningkat 2.137 Persen

Waspada Ancaman AI: Deepfake dan Kejahatan Siber Meningkat 2.137 Persen

Publikbicara.com – Ledakan inovasi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) tak hanya membawa manfaat, tetapi juga membuka celah baru bagi pelaku kejahatan siber.

Dalam laporan terbaru bertajuk “The Battle Against AI-Driven Identity Fraud” yang dirilis Signicat, terungkap bahwa penipuan berbasis deepfake melonjak hingga 2.137 persen dalam tiga tahun terakhir.

Fenomena ini memantik kekhawatiran besar di kalangan institusi keuangan dan masyarakat luas.

READ  PERBASI CUP KU-14 & KU-16 Siap Mengguncang Cibinong, Meriahkan Hari Jadi Bogor ke-543

Penjahat siber kini kian lihai memanfaatkan teknologi AI untuk merancang skema penipuan yang canggih dan nyaris tak terdeteksi.

Mereka menciptakan konten palsu berupa video, suara, dan pesan elektronik yang tampak dan terdengar meyakinkan.

Dari korporasi multinasional hingga individu, semua bisa menjadi sasaran empuk.

READ  DPD KNPI Kabupaten Bogor Gelar Bimtek OKP yang Mengikuti Ekspose 2024: Dorong Peningkatan Indeks Kepemudaan

Tak sekadar menyerang perusahaan, tren kejahatan ini telah merambah ke level individu. Di Indonesia, berbagai modus penipuan mulai bermunculan dari video deepfake yang menyamar sebagai pejabat, surel phishing yang menjebak korban, hingga chatbot pintar yang meniru gaya bicara seseorang demi mencuri data pribadi.

“Ini bukan sekadar teknologi canggih, ini sudah menjadi ancaman nyata,” ujar Henke Yunkins, Direktur Regulasi dan Etika dari Indonesia AI Society (IAIS), dalam wawancaranya bersama Tirto, Selasa (10/6/2025).

Henke menambahkan bahwa kejahatan semacam ini umumnya dilakukan dalam skema Cybercrime-as-a-Service (CaaS), di mana pelaku dapat menyewa layanan seperti pembuatan deepfake atau voicebot untuk tujuan kriminal. Fenomena ini membuat jejak kejahatan sulit dilacak, apalagi jika dijalankan lintas negara.

READ  Menkes Tanggapi Aturan Co-Payment Asuransi Kesehatan: “Ada Nilai Edukatifnya”

Merespons situasi ini, Henke menilai bahwa penguatan sumber daya manusia penegak hukum menjadi krusial, termasuk peningkatan kapasitas dalam menangani kasus siber dan memperluas kerja sama hukum antarnegara.

Ia juga menekankan pentingnya peningkatan literasi digital di masyarakat. “Masyarakat perlu tahu bahwa tidak semua yang terdengar atau terlihat di layar adalah nyata,” tegasnya.

Rencana pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk menyusun “Peta Jalan AI” mendapat sambutan positif, namun menurut Henke, langkah ini harus diiringi dengan pembaruan regulasi yang lebih tajam.

READ  Divestasi SCG Chemicals dari TPIA Diprediksi Minim Dampak ke Pasar

Ia mendorong revisi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) agar mencakup ketentuan spesifik terkait kejahatan berbasis AI.

“Regulasi yang diperkuat akan menegaskan bahwa yang kita lawan bukan teknologinya, tapi tindakan kriminal yang menggunakan teknologi tersebut sebagai alat,” katanya.

Prediksi menunjukkan bahwa penggunaan AI di Indonesia akan melonjak tajam hingga 2030. Tanpa perlindungan hukum yang memadai dan langkah pencegahan yang tegas, lonjakan ini bisa menjadi bumerang sosial.

READ  Divestasi SCG Chemicals dari TPIA Diprediksi Minim Dampak ke Pasar

Di tengah euforia digital, penting bagi masyarakat dan negara untuk bersama-sama menjaga ruang siber agar tetap aman dan etis.

AI adalah pisau bermata dua dan hanya dengan kebijakan yang tepat serta edukasi yang menyeluruh, pisau itu bisa digunakan untuk membangun, bukan menghancurkan.**

Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow

Artikulli paraprakPERBASI CUP KU-14 & KU-16 Siap Mengguncang Cibinong, Meriahkan Hari Jadi Bogor ke-543
Artikulli tjetërSatu Hari, Seribu Cerita Budaya! Panggung Kolosal Reksimah Guncang Stadion Pakansari di Helaran HJB