Publikbicara.com – Jakarta, 21 Mei 2025 – Serikat Pekerja Kereta Api Indonesia (SP-KAI) melakukan langkah strategis dengan menggelar audiensi bersama Badan Aspirasi Masyarakat DPR RI (BAM DPR RI) pada Rabu (21/5/2025).
Pertemuan ini menjadi ajang penting untuk menyuarakan berbagai persoalan yang dihadapi para pekerja di lingkungan PT Kereta Api Indonesia (Persero).
Audiensi yang berlangsung di Jakarta ini turut dihadiri oleh Ketua BAM DPR RI, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, serta sejumlah Anggota Komisi XI.
Dari pihak SP-KAI hadir Ketua Umum, Sekjen, MPP, jajaran pengurus DPPP, serta para ketua DPPD dari berbagai wilayah Jawa dan Sumatera.

Salah satu sorotan utama dalam pertemuan ini adalah pemasangan perangkat Driver Monitoring System (DMS) camera di kabin lokomotif.
Teknologi yang diklaim mampu memantau tingkat kelelahan masinis dengan memanfaatkan sinar inframerah ini justru memicu kekhawatiran besar.
“Banyak masinis mengeluhkan mata perih dan pedih selama bertugas. Ini mengindikasikan adanya potensi gangguan kesehatan jangka panjang,” tegas Ketum SP-KAI, AD. Budi Santoso.
Mereka meminta BAM DPR RI untuk mendorong evaluasi serius terhadap penggunaan perangkat tersebut, bahkan mendesak agar dinonaktifkan sementara hingga ada kajian ilmiah yang menjamin keamanannya.

Tak berhenti di situ, SP-KAI juga mendesak adanya jaminan perlindungan kesehatan mata bagi para Awak Sarana Perkeretaapian (ASP) hingga 10 tahun ke depan sebagai bentuk tanggung jawab atas risiko yang mungkin ditimbulkan.
Dalam audiensi ini, SP-KAI turut mengangkat isu ketimpangan dalam sistem grading yang diberlakukan manajemen.
Sistem ini dinilai tidak transparan dan bertentangan dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG).

“Grading harus dibahas bersama pekerja, bukan diputuskan sepihak. Kebijakan ini telah menimbulkan ketidakadilan dan berdampak langsung pada kesejahteraan,” kata mereka.
Kritik juga dilontarkan terhadap proses penyusunan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) 2024–2026 yang dianggap cacat prosedur.
SP-KAI menilai PKB tersebut tidak melibatkan seluruh elemen serikat pekerja dan bertentangan dengan semangat inklusivitas.
Rekomendasi dari Kementerian Ketenagakerjaan agar diterbitkan surat edaran untuk menjamin PKB berlaku universal pun hingga kini belum direalisasikan.
Tak hanya itu, SP-KAI menyesalkan stagnasi kenaikan premi teknisi dan ASP yang tidak berubah sejak 2008 dan 2013.
Padahal, kondisi kerja terus menuntut profesionalisme tinggi, namun penghargaan finansial terhadap mereka tak kunjung ditingkatkan.

Masalah lainnya adalah tidak aktifnya Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit, forum penting untuk menjembatani dialog antara manajemen dan pekerja.
SP-KAI menegaskan, forum ini wajib dijalankan minimal sebulan sekali, namun faktanya sering diabaikan.
“BAM DPR RI adalah rumah aspirasi rakyat, termasuk pekerja. Kami berharap ada dorongan konkret agar manajemen PT KAI mulai membuka telinga dan hati terhadap keluhan yang selama ini diabaikan,” ujar Ketum SP-KAI menutup pernyataan mereka.
Serikat Pekerja Kereta Api Indonesia menegaskan bahwa perjuangan mereka bukan sekadar demi kepentingan internal organisasi, melainkan demi mewujudkan lingkungan kerja yang sehat, adil, dan mendukung produktivitas jangka panjang.
“Produktivitas tak bisa dibangun tanpa perlindungan dan kesejahteraan,” pungkas Ketum SP-KAI kepada pewarta.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













