Publikbicara.com– Di tengah hiruk pikuk ibu kota yang tak pernah benar-benar tidur, pada malam Jumat yang berat dan sarat harapan, dua tokoh besar pers Indonesia akhirnya duduk berhadapan.
Bukan sebagai rival, tapi sebagai dua sahabat lama yang akhirnya memutuskan: sudah waktunya menutup lembaran kelam dan membuka jalan damai bagi ribuan insan pers di seluruh penjuru negeri.
Adalah Hendry Ch Bangun, Ketua Umum PWI hasil Kongres Bandung 2023, dan Zulmansyah Sekedang, Ketua Umum PWI versi Kongres Luar Biasa Jakarta 2024.
Dua nama, dua jalur sejarah, dua narasi kepemimpinan yang selama hampir setahun terakhir membelah tubuh Persatuan Wartawan Indonesia dalam ketegangan yang tak kunjung reda.
Namun malam itu, 16 Mei 2025, segalanya berubah.

Di sebuah ruangan yang sunyi namun penuh ketegangan di Jakarta, disaksikan Dahlan Dahi, anggota Dewan Pers sekaligus mediator damai, sebuah peristiwa bersejarah terjadi: Kesepakatan Jakarta ditandatangani.
Negosiasi berlangsung hampir empat jam. Suasana menghangat oleh debat dan ketegasan, namun sesekali mencair oleh tawa kecil dan anggukan saling mengerti.
Di tengah segala perbedaan, Hendry dan Zulmansyah sama-sama menunjukkan sesuatu yang jauh lebih besar dari ego pribadi: jiwa besar dan cinta terhadap profesi serta organisasi yang telah membesarkan mereka.
“Semua harus melihat ke depan dengan semangat persatuan,” ujar Hendry usai menandatangani dokumen itu, suaranya mantap namun penuh emosi. Ia berbicara bukan hanya sebagai ketua, tapi sebagai anak bangsa yang tak ingin pers dibiarkan tercerai-berai.
Zulmansyah, dengan sorot mata yang tak kalah teduh, menimpali, “Ini hasil luar biasa. Sejarah untuk PWI. Semoga kita semua kembali guyub, seperti makna dari nama kita: Persatuan Wartawan Indonesia.”
Dokumen Satu Lembar, Dampaknya Satu Abad:
Kesepakatan Jakarta bukan sekadar secarik kertas bertanda tangan. Ia adalah simbol, jembatan, bahkan janji suci dua pihak untuk mengembalikan PWI sebagai rumah bersama.
Dalam dokumen tersebut, mereka sepakat bahwa konflik akan diselesaikan melalui Kongres Persatuan paling lambat 30 Agustus 2025 di Jakarta.
Tak hanya itu. Kedua pihak sepakat membentuk panitia bersama—Steering Committee (SC) dan Organizing Committee (OC)—dengan pembagian yang adil.
Panitia ini akan menjadi arsitek damai, menyusun jalan menuju kongres pemersatu.
Poin terpenting yang membuat banyak pihak lega adalah bahwa seluruh anggota biasa PWI berhak mencalonkan diri sebagai Ketua Umum.
Tak boleh ada satu pun hambatan administratif atau politik yang menghalangi. Persatuan, keikhlasan, dan keadilan adalah fondasi dari kongres ini.
Dahlan Dahi, sang juru damai, mengungkapkan bahwa proses ini bukan hasil dadakan.
Sebelum malam pertemuan itu, diskusi demi diskusi telah berlangsung lewat telepon, konsultasi dengan para tokoh senior PWI, dan pertimbangan matang atas masa depan organisasi.
“Mereka berdua tegas, bahkan keras. Tapi rasa cinta mereka terhadap dunia pers jauh lebih besar dari perbedaan pandangan,” ucap Dahlan, tersenyum.
Babak Baru PWI Dimulai, setelah tanda tangan dan jabatan tangan mengakhiri malam yang panjang itu, mata ribuan jurnalis di seluruh Indonesia kembali menatap ke depan. Dengan harapan. Dengan semangat baru.
Sebuah lembaran baru telah dibuka—bukan hanya untuk PWI, tapi untuk seluruh wajah pers nasional.
Hendry dan Zulmansyah telah menunjukkan bahwa dalam dunia jurnalisme, dialog tetap menjadi alat terkuat. Bukan untuk membelah, tapi untuk menyatukan.
Dan pada akhirnya, sejarah akan mencatat malam itu bukan sebagai akhir dari konflik. Tapi sebagai permulaan dari persatuan.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













