Publikbicara.com – Mentari baru saja menyingkap tirai mendung yang tertinggal usai hujan semalam.
Udara lembab menyelimuti Kecamatan Jasinga, namun tidak menyurutkan langkah seorang lelaki berseragam sederhana bernama Ade Rifki bersama rombongan Pendamping PKH Kecamatan Jasinga.
Ia bukan pejabat tinggi, bukan pula pesohor layar kaca, tetapi semangatnya menyala seterang matahari di bulan Mei itu.
Ia adalah Pendamping PKH, sosok yang diam-diam menjadi jembatan antara mimpi dan kenyataan bagi anak-anak negeri yang terlahir di tengah keterbatasan.

Jumat, 9 Mei 2025. Bersama tim redaksi Publikbicara, Ade Rifki menelusuri jalanan berlubang yang mengular di Desa Pangradin, sebuah sudut sunyi di Kabupaten Bogor.
Tujuannya bukan istana megah atau gedung pencakar langit, melainkan sebuah rumah sederhana di Kampung Pangradin 1, RT 02 RW 02. Di sanalah harapan bernama Salsabila tinggal.
Salsa, begitu ia akrab disapa, baru berusia 14 tahun. Ia duduk di bangku kelas 9 SMP Jasinga.

Di balik senyum malu-malu dan sorot mata yang menyimpan banyak cerita, tersimpan mimpi besar menjadi seorang dokter.
Sebuah cita-cita yang terasa tinggi, bahkan mungkin mustahil, bagi seorang anak dari keluarga penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH).
Namun di hadapan tim redaksi dan sang pendamping, Salsa berbicara dengan mata yang berbinar.

“Alhamdulillah, dengan adanya Sekolah Rakyat (SR), Salsa merasa harapan untuk jadi dokter itu semakin nyata,” ucapnya pelan, seolah takut mimpinya terdengar terlalu muluk.
Sekolah Rakyat adalah program yang tengah digagas oleh Presiden Prabowo Subianto, sebagai bagian dari komitmen pemerintah dalam menghadirkan keadilan pendidikan hingga ke pelosok negeri.
Bagi Salsa, program itu bukan sekadar kebijakan, tapi ia adalah cahaya di ujung lorong panjang.
“Selama ini, Salsa suka ragu. Keluarga kami tidak mampu. Tapi dengan program ini, rasanya seperti ada jalan yang mulai terbuka,” tutur Salsa yang ditemani kedua orang tuanya, Pitriadi dan Nurasiah.
Dalam nada suaranya yang lembut, terselip rasa syukur.
“Terima kasih Bapak Presiden Prabowo. Terima kasih Kementerian Sosial. Terima kasih PKH Kecamatan Jasinga,” ucap Salsa sambil menggenggam erat buku tulis di pangkuannya, seolah takut harapan itu kembali terlepas.
Ade Rifki, yang sejak awal hanya tersenyum, menatap Salsa dengan bangga.
Di jalan-jalan berlubang yang ia lalui hari ini, rupanya ia tengah menjemput secercah masa depan.
Bukan miliknya, tapi milik generasi yang akan datang generasi yang tak ingin dikalahkan oleh kemiskinan, generasi yang tetap bermimpi meski langit belum sepenuhnya cerah.
Karena di balik tiap kunjungan, di balik tiap langkah yang penuh lumpur dan peluh, selalu ada cerita kecil yang tak boleh luput dari perhatian, cerita tentang mimpi, harapan, dan anak negeri yang tak pernah berhenti berjuang.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













