Publikbicara.com – Di balik lebatnya rimba dan kabut tipis yang menyelimuti lereng-lereng Gunung Salak, tersembunyi sebuah kawasan penuh kisah dan potensi Geopark Bogor Halimun Salak.
Dahulu dikenal dengan nama Geopark Pongkor, kawasan ini bukan sekadar bentangan alam biasa.
Ia adalah panggung megah bagi bumi yang bercerita melalui bebatuan tua, kehidupan liar, dan jejak budaya yang mengakar kuat dalam kehidupan masyarakatnya.
Resmi diakui pada tahun 2018 melalui Surat Keputusan Bupati Nomor: 556/177/Kpts/Per-UU/2018, Geopark ini meliputi wilayah seluas 15 kecamatan dengan 172 desa dan 33 geosite yang menyimpan kekayaan geologi, hayati, dan budaya.

Setiap sudutnya menyimpan kisah tentang letusan gunung berapi purba, sungai yang mengukir lembah, hingga manusia-manusia yang hidup selaras dengan alamnya.
Seperti halaman-halaman dalam sebuah buku, kawasan ini dibagi menjadi empat klaster geologis yang masing-masing memiliki karakternya sendiri yakni, Pongkor, Tenjolaya, Leuwiliang, dan Parung.
Tak hanya itu, Geopark Bogor Halimun Salak adalah satu dari dua belas geopark nasional yang telah diakui di Indonesia.
Di dalamnya tercatat setidaknya 10 geosite utama, 43 situs warisan geo/bio/cultural heritage, dan 15 daya tarik wisata yang menjanjikan pesona bagi siapa pun yang ingin mengenal bumi lebih dekat.

Lebih dari Sekadar Lanskap:
Geopark bukan hanya tempat indah untuk difoto dan dikunjungi. Ia adalah narasi tentang keberlanjutan, di mana konservasi alam berjalan beriringan dengan pemberdayaan masyarakat.
Warisan geologisnya, seperti bebatuan vulkanik dan formasi geologi kuno, menjadi bahan kajian ilmiah sekaligus alat edukasi bagi generasi masa depan.
Kawasan ini juga menjadi tempat hidup bagi beragam flora dan fauna, termasuk spesies langka yang hanya bisa ditemukan di kawasan ini.
Keanekaragaman hayatinya mencerminkan keseimbangan ekologis yang sudah terjaga selama ratusan tahun.
Warisan yang Menyatukan: Namun kekayaan Geopark tidak hanya terletak pada geologi dan biologi.
Warisan budaya lokal, seperti upacara adat, bangunan kuno, hingga cerita rakyat, membentuk jalinan sejarah yang tak ternilai.

Inilah yang disebut dengan geo/bio/cultural heritage sebuah kesatuan harmonis antara alam, makhluk hidup, dan manusia sebagai pelaku budaya.
Sebagaimana Geopark Jogja dengan Kraton dan Merapinya, Geopark Bogor Halimun Salak memiliki kekuatan serupa.
Keanekaragaman biologis dan budaya menjadi aset penting yang tak kalah hebatnya dibanding warisan geologis.
Rakyat sebagai Pelaku Utama:
Tidak ada geopark yang sukses tanpa keterlibatan masyarakat. Di sinilah Geopark Bogor Halimun Salak membangun masa depan dengan merangkul masyarakat lokal sebagai penjaga warisan dan pelaku pembangunan.

Mereka diajak bukan hanya untuk menjaga, tetapi juga untuk merasakan manfaatnya melalui pengembangan wisata berbasis komunitas, pelatihan edukatif, hingga usaha ekonomi kreatif yang mengangkat kearifan lokal.
Geopark ini adalah bukti bahwa pembangunan bisa berpihak pada alam dan rakyat secara bersamaan.
Penutup: Bumi yang Bicara: Geopark Bogor Halimun Salak bukan hanya cerita tentang batu dan bukit.
Ia adalah kisah tentang bumi yang bicaramelalui bentuk, warna, suara, dan kehidupan. Sebuah kisah yang mengajarkan kita bahwa pelestarian bukanlah pelarangan, melainkan penyelarasan.
Bahwa warisan bukanlah beban, melainkan bekal untuk masa depan.
Dan siapa tahu, ketika kita menyusuri jalur-jalur sempit di antara pohon-pohon pinus dan mendengarkan gemericik air dari lereng gunung, mungkin kita sedang membaca halaman dari buku kehidupan yang belum selesai ditulis.***
Ikuti saluran Publikbicara.com di WhatsApp Follow













